“Tidak ada korelasi antara kesederhanaan dengan kaya atau miskinnya seseorang”
Kesederhanaan termasuk tuntunan hidup rasulullah yang ditujukan kepada seluruh umat islam. Di mana tidak berlebih-lebihan dan tidak pelit harta adalah parameter atau standar yang bisa dibuat acuan kesederhanaan. Dalam berkehidupan sederhana itu tidak ada hubungannya dengan kekayaan atau kemiskinan, sebab sederhana adalah tentang pola pikir dan prinsip hidup.
Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW adalah orang yang sederhana, beliau tidak pernah terlihat berlebihan dalam hal apapun, beliau juga orang yang tidak pelit atau bisa dikatakan beliau gemar bersedekah.
Kesederhanaan hidup ini diteladankan Rasulullah SAW sebagaimana tergambar dalam hadits riwayat Malik bin Dinar RA, ia berkata:
“Rasulullah SAW tidak pernah merasakan kenyang karena makan roti atau kenyang karena makan daging, kecuali jika sedang menjamu tamu [maka beliau makan sampai kenyang],” (H.R. Tirmidzi).
Di riwayat lain, Rasulullah SAW bahkan berdoa meminta rezeki kepada Allah SWT sesuai kebutuhan pokoknya saja:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوتًا
Bacaan latinnya: “Allahummaj’al rizqa aali muhammadin quutaa”
Artinya: “Ya Allah, jadikan rezeki keluarga Muhammad berupa makanan yang secukupnya” (HR. Muslim)
Dari kutipan hadits tersebut dapat dipahami bahwa manusia yang menjadi acuan kesuksesan umat islam yakni Nabi Muhammad SAW mencotnothkan untuk selalu hidup sederhana. Kesederhanaan Rasulullah bukan berarti beliau tidak memiliki harta, melainkan cerminan kesederhanaan dari apa yang beliau lakukan itulah kunci kehidupan yang baik.
Di masa Rasulullah Muhammad SAW, ada seorang sahabat yang dijanjikan masuk surga, beliau adalah Abdurrahman bin Auf. Ia adalah salah satu dari orang-orang terkaya di tanah Arab yang hidup sederhana. Ia rela hijrah meninggalkan kekayaannya hanya dengan baju yang melekat di badan. Selain itu, apabila ia berkumpul bersama para pekerjanya, orang yang tidak mengenal Abdurrahman bin Auf akan mengira bahwa ia merupakan bagian dari golongan pekerja tersebut. Hal ini menegaskan bahwa kesederhanaan terletak pada kepribadian dan perilaku, bukan tentang kepemilikan benda ataupun pangkat dan golongan.
Allah menunjukkan dengan firman-Nya bahwa berlebihan dalam menakar harta dan kemewahan adalah bentuk sifat setan yakni dalam surat Al-Isra ayat 27 yang bertuliskan :
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّه كَفُوْرًا
Bacaan latinnya: “Innal mubadzdziriina kaanuu ikhwaanasy syayaathiin wa kaanasy syaithoonu lirobbihii kafuuroo”
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya,” (QS. Al-Isra [17]: 27).
Semoga kita bukanlah bagian dari golongan orang-orang yang bersifat boros, serta semoga Allah senantiasa menganugerahkan kita sifat syukur dan berkepribadian sederhana.