إن الشباب والفراغ والجدة مفسدة للمرء أي مفسدة
“Sesungguhnya Pemuda, Kekosongan, dan Kelapangan (Harta) akan membuat malapetaka bagi orang lain”
Dewasa ini, beberapa kasus yang menyangkut kriminalitas remaja menggelegar dan menggegerkan Indonesia. Tentunya kasus-kasus tersebut tidak bisa dibilang ringan, karena sudah menyangkut hal-hal yang melanggar semua norma entah itu dari perzinahan, perkelehaian, bahkan sampai pembunuhan. Melihat fenomena-fenomena itu, tentu sudah sepatutnya para elemen masyarakat berkaca pada sebuah bait oleh seorang penyair tersohor bernama Abu Al-‘Atahiyah dimana ia menulis; Inna Asy-Syababa Wa Al-Faraagha Wa Al-Jidata Mafsadatun lil-mar I Ayya Mafsadatin. Bait tersebut merupakan sebuah wejangan bagi sekalian orang tua terhadap anak-anaknya, maupun peringatan kepada “syabab” itu sendiri. Secara verbal, penggunaan “Syabab” merupakan sebuah ungkapan teritorial tentang pemuda maupun remaja jika diterjemahkan secara langsung dalam Bahasa Indonesia. Namun, perlu kiranya sedikit menelisik akar katanya dalam kamus Munjid Al-Araby sebagai rujukan dasar Bahasa Arab. “Syabab” merupakan bentuk jama’ dari Asy-Syaab yang memiliki arti Seorang pemuda, telah memasuki usia ‘Aqil baligh’ sampai sekitar usia 30 tahun-an.
Menjabarkan diskusi tentang pemuda merupakan sesuatu hal yang sangat menarik karena memang pemuda merupakan sosok yang memiliki banyak keistimewaan. Sebagaimana telah Allah dalam Al-Qur’an pada Surah Al-Anbiya’ sebagai contohnya. Allah menceritakan tentang Nabi Ibrahim di masa mudanya berpikir kritis tentang Tuhan, dan selalu mencari hidayah menuju jalan-Nya. Tidak hanya itu, dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga menyebutkan bahwa salah satu golongan yang akan dinanungi oleh Allah di hari kiamat kelak taktala tidak ada naungan selain naungan Allah adalah mereka para pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala.
Pemuda sejatinya merupakan sosok yang mulia dimata agama, namun pemuda secara psikologis juga merupakan sosok yang gemar untuk melakukan hal-hal baru namun cenderung bersifat menyenangkan bagi fisik maupun jiwa mereka. Hal ini tentu mempunyai 2 sisi objektivitas yang bisa berbeda antara satu individual dengan yang lainnya. Seorang pemuda yang memiliki latar belakang pendidikan dan juga lingkungan sekitar yang baik tentu akan menyadari bahwa sisi psikologi mereka yang demikian merupakan anugerah untuk menebar manfaat bagi orang lain. Di lain sisi, pemuda yang memiliki nafsu buruk, tentu akan menjadikannya untuk melakukan kemaksiatan dan kemudharatan. Psikologis pemuda yang bergejolak serta tergolong labil inilah yang menjadi permasalahan mengapa banyak dari para pemuda yang tidak dapat mengatur waktunya bahkan melakukan hal-hal yang dilarang oleh norma-norma agama dan sosial, terlebih lagi hingga melakukan kerusakan bagi sekitarnya.
Berkenaan dengan penjelasan diatas bagaimana solusi dalam menanggulangi permasalahan ini? Menghadapi dinamika perkembangan zaman yang semakin maju, tentu solusi yang paling konkrit adalah pengawalan dari orang tua dan masyarakat kepada para pemuda terkhusus memberikan pendidikan norma-norma agama, pun demikian dengan norma-norma sosial. Selanjutnya adalah memberikan rasa tanggung jawab, serta wadah bagi para pemuda agar mereka terlibat aktif dalam berbagai macam hal-hal positif, dengan tujuan tertingginya yaitu menjadi manusia yang berguna bagi, ummat, nusa dan bangsa.
Semoga bermanfaat…
By: Ahmad Farkhan Abdau, S.Ag. (Sarjana Universitas Darussalam Gontor)