Sering sekali terkadang ketika selesai makan, seorang muslim langsung mencuci tangannya, padahal di tangannya masih banyak sekali sisa-sisa nasi yang belum di makan, bahkan terkadang nasi di piringnya juga masih banyak dan langsung dicuci tanpa dihabiskan.
Tindakan seperti ini merupakan Tindakan mumbazir, dan baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kita agar menjilat tangan setelah selesai makan sebelum membasuhnya.
Dari Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا، فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا»، أَوْ «يُلْعِقَهَا»
Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah dia mengusap tangannya sebelum dia menjilatnya atau menjilatkannya (kepada orang lain). (HR. Muslim, hadist no. 2031).
Imam As-Shon’ani rohimahullah mengomentari hadist di atas di dalam kitabnya Subulus Salam :
وَالْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى عَدَمِ تَعْيِينِ غَسْلِ الْيَدِ مِنْ الطَّعَامِ وَأَنَّهُ يُجْزِئُ مَسْحُهَا وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَجِبُ لَعْقُ الْيَدِ أَوْ إلْعَاقُهَا الْغَيْرَ وَعَلَّلَهُ فِي الْحَدِيثِ ” بِأَنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ الْبَرَكَةَ ” كَمَا أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ أَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «أَمَرَ بِلَعْقِ الْأَصَابِعِ وَالصَّحْفَةِ وَقَالَ: إنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ فِي أَيِّ طَعَامِكُمْ الْبَرَكَةَ»
Dan hadist ini adalah dalil meniadakan penetapan mencuci tangan yang ada makanannya, dan boleh mengusapnya. Dan ini juga merupakan dalil bahwa wajibnya menjilat tangan atau menjilatkannya dan illatnya di dalam hadist adalah “karena dia tidak tau pada makanan yang mana terdapat barokahnya”. Sebagaimana Imam Muslim mengeluarkan sebuah hadist bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menjilat jari-jarei dan priing, dan beliau bersabda : “Sesungguhnya kalian tidak tau, pada makanan yang mana terdapat barokahnya”. (Subulus Salam, jilid 2 halaman 617).
Imam As-Shon’ani mengatakan bahwa membasuh tangan itu dilarang, adapun mengusapnya, maka boleh. Akan tetapi tetap harus dijilat terlebih dahulu, atau menjilatkannya.
Beliau rohimahullah melanjutkan :
وَالْبَرَكَةُ هِيَ النَّمَاءُ وَالزِّيَادَةُ وَثُبُوتُ الْخَيْرِ
Barokah itu adalah tumbuh, bertambah dan tetapnya kebaikan. (Subulus Salam, jilid 2 halaman 618).
وَهَذِهِ الْبَرَكَةُ قَدْ تَكُونُ فِي لَعْقِ يَدِهِ أَوْ لَعْقِ الصَّحْفَةِ أَوْ أَكْلِ مَا يَسْقُطُ مِنْ لُقْمَةٍ
Keberkahan itu kadang-kadang ada ketika menjilat tangannya atau dia menjilat piringnya, atau makanan yang jatuh walaupun hanya sebutir. (Subulus Salam, jilid 2 halaman 618).
Kesimpulan :
1. Sunnah menjilat tangan setelah makan, baik menjilatnya sendiri, atau menjilatkannya, baik dijilat oleh istrinya atau anak-anaknya. Begitu menurut Ibnu Hajar di dalam kitabnya Bulughul Maarom.
2. Tidak mencuci tangan setelah makan sebelum menjilatnya.
3. Hikmah dari menjilat tangan dan piring tempat makan adalah kita tidak tau di bagian makanan tersebut, di bagian mana terdapat barokahnya. Apakah pada butiran yang ada di tangan ataukah di piring ataukah yang sedang kita suap, maka dari itu kita dianjurkan untuk menjilatnya, dan hendaklah dia juga menghabiskan makanan yang di makan.
Semoga bermanfaat.
***
Oleh: Fastabikul Randa Ar-Riyawi