Makna Laki-Laki Sebagai Pemimpin Rumah Tangga

Kepemimpinan dalam rumah tangga salah satu poin penting yang harus menjadi pertimbangan bagi seorang wanita sebelum ia memutuskan untuk menikah dengan seseorang yang akan mendampinginya dalam mengarungi bahtera rumah tangga kelak. Sebab hal ini berkaitan dengan tanggung jawab. Dalam islam Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan laki-laki sebagai pemimpin. Dia sebagai qawwam (kepala rumah tangga) yang akan membuat dan memutuskan keputusan. Tetapi bukan berarti laki-laki (suami) bisa semaunya dan semena-mena dalam memimpin.  

Seorang pemimpin dalam rumah tangga ialah orang yang mampu melindungi, menjaga, mendidik, dan menjalankan tanggung jawabnya sebagai seorang suami kepada istri dan anak-anaknya dengan baik, seperti contohnya selalu mengingatkan dan mengajarinya shalat, mengajarkan membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an Surah An-Nisaa ayat 34 di bawah ini,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعَضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ.

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya”.

Laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga dapat dimaknai bahwa laki-laki mempunyai tanggung jawab dan berperan penting dalam membimbing, mengajari, dan memberi nafkah kepada istri dan anak di dalam lingkup keluarga kecilnya. Sebab Allah subhanahu wa ta’ala telah memberikan keutamaan pada laki-laki daripada wanita. Misalnya, dari sisi penciptaan, laki-laki secara umum memiliki kekuatan fisik melebihi wanita. Laki-laki mampu melakukan berbagai pekerjaan berat yang tidak mampu dikerjakan oleh wanita.

Laki-laki diberi kelebihan akal oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Maksud “kelebihan akal” di sini adalah laki-laki mampu berpikir jernih tentang tindakan yang terbaik, mampu berpikir panjang dan jauh ke depannya, sehingga lebih berhati-hati dan lebih tepat dalam memutuskan keputusan. Demikian pula kesabaran, Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada laki-laki. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Muflih rahimahullahu ta’ala di dalam Kitab Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 3/34, “Seorang laki-laki dapat menyembunyikan kemarahannya kepada seorang wanita selama 40 hari. Dan ia tidak mampu menyembunyikan perasaan cintanya kepada wanita tersebut walau sehari. Dan seorang wanita dapat menyembunyikan perasaan cintanya kepada laki-laki selama 40 hari. Dan ia tidak mampu menyembunyikan perasaan marahnya walau sehari”.

Qawwam ialah laki-laki yang tindakannya sebagai cerminan dari: Ri’ayah (mengatur dan menafkahi), Himayah (menjaga dan melindungi), dan Ishlah (memperbaiki dan mendidik). (Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi, Aisaratu At-Tafsir, 1/472).

Berikut ini diuraikan beberapa makna laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi dalam kitabnya tersebut:

Ri’ayah (mengatur dan menafkahi)

Suami berkewajiban untuk mengatur urusan dalam rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya, serta menafkahi istri dari rezeki yang halal. Berkaitan dengan “mengatur” dalam hal ini lebih kepada menata konsep rumah tangga yang ingin dibangun dan diterapkan ke depannya sesuai dengan visi dan misi rumah tangga yang telah dibuat. Sedangkan menafkahi ialah sesuatu yang menjadi kewajiban utama seorang laki-laki (suami) dalam memberikan nafkah yang layak kepada wanita (istri). Bukan hanya memberikan nafkah harta saja, tetapi ada juga nafkah lahir dan batin.

Himayah (menjaga dan melindungi)

Menjaga rumah tangga agar tidak larut dalam konflik yang cukup lama. Maka, suami harus punya konsep, gagasan, dan solusi untuk mengatasi berbagai persoalan rumah tangga yang menerpanya. Karena rumah tangga membutuhkan sang nahkoda yang mampu bertanggung jawab, memperhatikan kondisi anggota keluarganya, menjadi pelayan yang terbaik, tempat wanita (istri) ingin diperlakukannya dengan lembut dan butuh didengarkan segala curhat maupun keluh-kesahnya.

Kemudian “melindungi”, laki-laki (suami) supaya melindungi istrinya dari segala pengaruh budaya luar yang dapat merusak keutuhan rumah tangganya. Apalagi pengaruh yang dapat merusak karakter dan kepribadian wanita (istri) seperti hilangnya harga diri (muru’ah), tidak bisa menjaga kehormatan diri (iffah), dan kemuliaan diri (izzah). Secara tidak sadar, pengaruh budaya luar yang kurang baik terutama dari sisi pergaulan, lingkungan, maupun pengaruh media sosial sangatlah berdampak terhadap keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga, sebab pengaruh media sosial ini sangatlah besar sehingga harus diantisipasi sejak dini.

Ishlah (memperbaiki dan mendidik)

Memperbaiki ialah suami harus menasihati dan memperlakukan istrinya dengan cara yang baik dan lembut. Secara keseluruhan inti permasalahan rumah tangga yang harus dibenahi adalah tata kelola dalam rumah tangga, agar dapat tercipta good governance management (pengelolaan tata kelola yang baik) dan dapat mewujudkan bahtera rumah tangga yang harmonis dan langgeng. Memang konflik rumah tangga tidak bisa dihindari dan tidak ada rumah tangga yang tak luput dari berbagai masalah, namun paling tidak pasangan suami dan istri bisa mengantisipasi dan meminimalisir sejak dini dari berbagai hal yang dapat memicu terjadinya konflik.  

Selain menasihati istri, suami juga dituntut untuk mendidiknya yaitu memberikan edukasi yang benar terutama tentang ketauhidan, kemudian mengajari tentang akhlak yang baik, karena dua hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi laki-laki (suami) kepada wanita (istri) dalam menjalani rumah tangga. Sehingga visi dan misi rumah tangga yang didambakan dapat terwujud dengan nyata, bukan hanya sekedar angan-angan belaka.

Mengenai hal itu, dalam mendidik istri dan anak di lingkup keluarga, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an Surah At-Tahriim ayat 6 di bawah ini,

يآَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا قُوْااَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لَايَعْصُوْنَ اللهَ مَآاَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْنَ.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Oleh karena itu, bagi laki-laki yang akan menjadi suami maupun yang telah menikah, persiapkan bekal ilmu berumah tangga sejak dini sebelum terlambat, dengan datangnya ombak (masalah rumah tangga) yang ganas menerjang kapalnya (bahtera rumah tangga) ketika mengarungi terjangan ombak di tengah lautan. Wallahu Ta’ala A’lam.           

Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita. Baarakallahu Fiikum.  

Marriage Is Scary

Marriage is scary dapat diartikan “Pernikahan Itu Sesuatu Yang Menakutkan” atau bisa juga diartikan menikah itu sesuatu yang menyeramkan bagi sebagian orang, terutama bagi kalangan para pemuda dan pemudi yang belum siap untuk menikah dan menjalani kehidupan rumah tangga.

Selain dari kalangan para pemuda dan pemudi yang belum siap menikah, ada juga yang menganggap dan merasakan sendiri, bahwa “Marriage Is Scary” itu sesuatu yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sendiri. Mereka itu adalah orang-orang yang sedang menjalani hiruk-pikuknya berbagai persoalan rumah tangga sehari-hari yang mereka hadapi, namun tidak semuanya, mungkin hanya segelintir orang saja yang merasakan seperti itu.

Namun yang lebih mencengangnya lagi adalah orang-orang yang telah bercerai. Sehingga mereka berfikir ulang untuk menikah lagi, karena sudah merasakan bagaimana rasanya bercerai dengan pasangan mereka (takut bercerai lagi), yang dulu sebelum menikah hanya fokus mengumpulkan bekal finansial untuk mengadakan acara pernikahan, tanpa menghiraukan dan mempedulikan bekal kesiapan menikah yang lainnya, yang jauh lebih penting dari sekedar menyiapkan bekal finansial.

Kemudian yang menjadi pertanyaan di dalam benak kita saat ini ialah, mengapa pernikahan itu sesuatu yang menakutkan atau menyeramkan?, karena menikah itu butuh berbagai kesiapan mulai dari kesiapan ilmu yang terutama, butuh kesiapan mental, butuh kesiapan finansial dan kesiapan lain-lainnya. Perlu diingat bahwa, menikah dan berumah tangga, bukan hanya sekedar menjalani romantisme atau melampiaskan hawa nafsu syahwat dengan pasangan, akan tetapi lebih dari sekedar itu.  

Menikah itu bukan suatu pekerjaan yang kita jalani setahun, dua tahun, atau seperti satu periode kepemimpinan presiden maupun kepala daerah, tidak!. Tetapi menikah itu sesuatu yang dijalani hingga seumur hidup atau hingga akhir hayat hidup kita di dunia ini. Makanya tidak jarang banyak terjadi kasus perceraian, mulai dari hal-hal yang sepele, atau sebab-sebab lainnya yang lebih besar, seperti masalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus, masalah ekonomi, masalah kekerasan dalam rumah tangga, masalah perselingkuhan, ditinggal bekerja ke luar negeri oleh pasangan, dan sebab-sebab lainnya.

Jadi, jangan hanya sibuk memikirkan satu hari akad dan resepsi pernikahan. Padahal, ada yang jauh lebih utama dari sekedar menyiapkan bekal finansial yaitu sibuk menyiapkan bekal ilmu pra nikah dan pernikahan, karena akan ada ribuan hari yang akan kita lewati hingga akhir hayat hidup kita, karena ada perjuangan maupun rintangan yang akan kita hadapi di tengah perjalanan ke depannya, entah itu berupa kerikil kecil yang mengenai rumah tangga kita atau hantaman badai yang mengenai bahtera rumah tangga kita, kita tidak tahu persis seperti apa persoalan yang dapat terjadi dalam mengarungi bahtera rumah tangga kelak.

Maka, bagaimana caranya, supaya marriage is scary ini mampu kita hadapi dengan cara yang tenang dan sudah punya amunisi atau bekal, apabila sewaktu-waktu timbul gejolak di dalam mengarungi bahtera rumah tangga kelak. Konflik rumah tangga merupakan hal wajar dan sering dialami setiap pasangan. Karena tidak ada rumah tangga yang tanpa masalah. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah mengalami hal itu. Lantas, bagaimana cara Rasulullah menyelesaikannya dengan istri?.

Melansir dari laman www.haibunda.com, dikisahkan seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membawa nampan makanan dan hendak menjamu Rasulullah. Tentu hal ini wajar bila seorang istri menyajikan makanan bagi suaminya. Namun, Aisyah terbakar cemburu dan memukul nampan itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para tamu-tamu yang melihat kejadian itu, “Ibu kalian sedang cemburu, biasalah!” ungkapan tersebut langsung meredakan suasana dan kejadian itu.

Begitulah salah satu cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi berbagai masalah dalam rumah tangga sehari-hari bersama istri-istrinya. Bawaannya selalu tenang dan bersikap adil serta sikap baik lainnya yang beliau miliki.    

Maka, bagi para pemuda dan pemudi seharusnya tidak menjadikan pernikahan suatu hal yang menakutkan dan menyeramkan (marriage is scary), akan tetapi menjadikan pernikahan itu sesuatu yang bernilai ibadah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan menjadikan sebagai wadah untuk saling memahami dan melengkapi dengan pasangan, bahwa pernikahan tidak luput dari berbagai masalah yang menghantamnya. Wallahu Ta’ala A’lam.           

Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita. Baarakallahu Fiikum.  

MENANAM PONDASI KELUARGA

              Menanam pondasi dalam keluarga merupakan hal yang sangat mendasar untuk dibangun sejak dini sebelum berumah tangga. Karena setiap rumah tangga yang ingin kita bangun, di dalamnya pasti membutuhkan ketahanan keluarga. Sama halnya ketika kita membangun infrastruktur seperti jembatan, jalan, tanggul, dan lain sebagainya, dengan memperhatikan kualitas bahan bangunan dan peralatan memadai yang akan digunakan untuk menunjang pembangunan infrastruktur tersebut. Begitupun juga dalam keluarga, menanam pondasi pada keluarga dimulai dari hal yang paling mendasar sekali seperti menanamkan tauhid kepada pasangan dan anak-anak atau memepelajari aqidah yang benar sesuai dengan tuntunan Al-Qu’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, supaya dapat diamalkan dengan istiqamah dalam kehidupan sehari-hari bersama pasangan dan anak-anak.

Menanamkan tauhid pada keluarga sesuatu yang sangat penting dan pundamental. Karena pilar itulah yang dapat membentengi diri kita maupun keluarga kita dari segala macam fitnah dunia maupun segala macam godaan syaitan. Sehingga keluarga kita tidaklah mudah goyah dengan berbagai terpaan yang datang silih berganti dan setiap apa pun masalah yang datang menghampirinya kelak, maka semua hal itu sepenuhnya kita serahkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala Yang Maha Kuasa. Jadi, apabila aqidah atau ketauhidan yang ditanamkan dengan baik dan benar pada keluarga, kita tidak akan mudah berburuk sangka kepada Allah subhanahu wa ta’ala apabila kita ditimpa musibah dan tidak terlalu berharap kepada siapapun, kecuali hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata.

Menanam pondasi keluarga bukan sebuah hal yang dianggap sepele dan dipandang sebelah mata, karena hal ini menyangkut tentang tatanan masa depan pada keluarga demi menjaga keluarga dari azab api neraka di akhirat kelak. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an dari beberapa Surah di bawah ini yaitu Surah Al-Luqman Ayat 13, Surah Al-Baqarah Ayat 163, dan Surah At-Tahrim ayat 6 di bawah sebagai berikut,

وَاِذْقَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِااللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ.

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan (Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar””.

وَاِلَهُكُمْ اِلَهُ وَاحِدٌ لَآاِلَهَ اِلَّاهُوَ الرَّحْمَانُ الرَّحِيْمُ.

Artinya: “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”.

يَآيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا قُوْا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارةُ عَلَيْهَا مَلَآئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّايَعْصُوْنَ اللهَ مَآاَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَايُؤْمَرُوْنَ.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.  

            Dari beberapa ayat Al-Qur’an di atas menggambarkan, bahwa penting sekali menanamkan aqidah dan ketauhidan kepada keluarga, karena demi menjaga keluarga dari siksa api neraka.

Melihat fenomena dan realita yang terjadi pada zaman modern sekarang ini, kebanyakan orang-orang hanya sibuk memikirkan dan mementingkan tentang kesenangan urusan dunia. Sehingga tidak jarang pula diantara mereka yang mengabaikan pola penerapan hidup bahagia dari segi agama, dengan mempelajari ilmu tauhid dan menanamkan aqidah yang benar kepada keluarga, yang merupakan inti sari dalam ajaran agama islam ini.

            Oleh karena itu, jadikan akhirat sebagai tujuan utama, supaya menjadi penegak dalam menanam pondasi pada keluarga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah azza wa jalla akan mengumpulkan semua urusannya dan Allah akan mejadikan kekayaan ada dalam hatinya (selalu merasa cukup) dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina (tidak bernilai di hadapannya). Dan barang siapa yang niatnya hanya untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan bercerai-berai keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya” (H.R. Tirmidzi no. 2465).

            Maka, sudah selayaknya para orang tua atau pasangan suami dan istri dapat menerapkan pola, bahwa akhirat yang akan menjadi tujuan utamanya dalam menanam pondasi keluarga dengan mempelajari aqidah yang benar, demi mencapai kebahagiaan haqiqi di dalam keluarga. Wallahu Ta’ala A’lam.        

Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita. Baarakallahu Fiikum.  

KOMUNIKASI SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMBENTUK KETAHANAN KELUARGA

Keluarga merupakan susunan orang yang disatukan dalam sebuah ikatan suci melalui pernikahan (mitsaqhan ghalizhon), darah, atau adopsi. Pertalian antara suami dan istri adalah pernikahan; dan hubungan antara orang tua dan anak biasanya darah, dan kadangkala adopsi. Selain itu, keluarga termasuk kelompok sosial terkecil, ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan kelompoknya. Dalam kehidupan keluarga, komunikasi harus dilakukan dengan intens, sehingga bisa merasakan ikatan yang harmonis dan tahan terhadap berbagai macam konflik yang menerpanya.

Komunikasi dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting, karena di dalamnya mereka bisa saling bertukar fikiran, berbagi ide, maupun mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang sedang dihadapi. Ketika komunikasi dalam keluarga terjalin dengan baik, maka apa pun permasalahan yang sedang dihadapi dapat teratasi dengan baik. Sehingga komunikasi yang baik dalam keluarga sangatlah diperlukan, karena termasuk salah satu kunci utama dalam menyelesaikan masalah rumah tangga.

Pada era modern sekarang ini, komunikasi yang baik sesama keluarga merupakan hal yang kurang intens dilakukan, apalagi jika mereka sibuk dengan pekerjaannya di luar rumah. Ketika tiba di rumah mereka pasti lelah akibat padatnya pekerjaan, apalagi jika pekerjaannya di perkantoran seperti bekerja sebagai pegawai negeri sipil, karyawan swasta dan lainnya. Tentu waktu mereka bercengkrama dengan keluarga sangatlah sedikit, walau hanya sekedar berbagi keluh kesah dalam rumah tangga, mungkin jarang dilakukan, apalagi saling menghubungi lewat handphone ketika jam istirahat, seperti bertanya kepada pasangan, apakah sudah shalat dan makan?, bisa dikatakan jarang dilakukan. Sebaliknya malah lebih asyik bercengkrama dengan teman kerja daripada dengan keluarganya.

Itulah sekilas gambaran nyata yang terjadi dalam lingkungan keluarga, akibat kurangnya melakukan komunikasi. Makanya tidak heran, tingginya kasus perceraian akibat dari perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus terjadi dalam keluarga, masalah ekonomi, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dan tidak memberikan nafkah dengan layak. Dari keseluruhan timbulnya masalah tersebut, akar masalahnya ialah ada pada kurangnya komunikasi yang dilakukan dalam keluarga.

Secara umum tanpa komunikasi, keberlangsungan hubungan sosial akan sulit terjalin dengan baik. Demikian pula dalam keluarga, komunikasi sangat penting dilakukan. Di bawah ini akan dijelaskan sekilas mengenai pola komunikasi dalam keluarga:

1. Komunikasi Terkait Fenomena Sosial Yang Bersubstansi Nilai Etik
Komunikasi sebagai hubungan timbal balik antar sesama manusia. Hakikat komunikasi adalah adanya hubungan antara pihak yang berkomunikasi (partisipan) dengan, informasi (yang disampaikan), dan bentuk (alat) yang digunakan dapat berupa bahasa, lambang dan sikap. Dalam pembahasan fiqih munakahat, suami dan istri adalah pasangan yang telah mempunyai ikatan suci (mitsaqhan ghalizhon) dari jenis dan karakter yang berbeda. Sehingga sudah sepantasnya antara pasangan satu dengan yang lain bisa saling memahami, karena dalam pernikahan ada unsur sosial yang harus dijaga oleh para pasangan, salah satunya adalah tujuan pernikahan yaitu reproduksi (biologis), memperoleh kehidupan yang harmonis (sakinah), menjaga kehormatan (mawaddah), dan ibadah (rahmah), dapat terealisasi apabila adanya ketahanan keluarga yang baik.

Allah SWT telah memberikan sapaan hubungan sosial antara suami dan istri, seperti yang terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an di bawah ini:
هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَ أَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
Artinya: “Mereka para istri adalah pakaian bagi kamu para suami, dan kamu para suami adalah pakaian bagi para istrimu” (Q.S. Al-Baqarah: 187).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (Q.S. Al-Baqarah: 228).

وَعَاشِرُوْ هُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
Artinya: “Saling bergaullah sesama pasangan dengan baik” (Q.S. An-Nisaa’: 19).

Dari Surah Al-Baqarah ayat 187 dan ayat 228 di atas, menunjukkan bahwa antara suami dan istri memiliki hubungan yang saling melengkapi dan bermitra. Sehingga sebagai mitra, harus ada komunikasi yang baik. Sedangkan pada Surah An-Nisaa’ ayat 19, bahwa pergaulan antara suami dan istri harus terjalin dengan baik, khususnya dalam masalah nafkah dan tempat tinggal. Oleh karena itu, ketiga ayat Al-Qur’an di atas, menunjukkan bahwa hubungan suami dan istri sangat kental unsur sosialnya sebagaimana dalam syari’at islam melalui sikap dalam bergaul atau cakupan luasnya yaitu tata cara berkomunikasi.

2. Cermin Nilai Komunikasi Islam Di Dalam Keluarga
Pada Surah Al-Baqarah ayat 187 dan ayat 228, serta Surah An-Nisaa’ ayat 19 di atas, bisa digunakan sebagai referensi utama bagi pasangan suami dan istri untuk berinteraksi dengan cara yang ma’ruf. Sehingga di dalam berumah tangga mereka mampu mewujudkan ketahanan keluarga yang baik. Oleh karena itulah, diperlukan komunikasi yang mampu menyalurkan keinginan antar anggota keluarga, utamanya terhadap pasangan suami dan istri sehingga diantara mereka tidak ada yang berprasangka buruk.

Islam adalah agama yang berpedoman kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, mengajarkan kepada umatnya terhadap sesuatu yang bersifat progresif dalam berbagai aspek kehidupan, karena di dalam syari’at islam terdapat sistem kehidupan yang lengkap yaitu sistem spiritual, moral, politik, hukum, ekonomi, dan sosial. Sistem moral dan sosial merupakan sistem yang sangat terikat diantara keduanya. Sistem ini akan berdampak pada peran komunikasi antar anggota keluarga. Sebagaimana islam melalui ajarannya, mengajarkan tentang bagaimana tata cara berkomunikasi yang baik dengan sesamanya?, sehingga penunaian hak dan kewajiban dalam keluarga dapat terealisasi dengan baik. Wallahu Ta’ala A’lam.

Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita. Baarakallahu Fiikum.