Sesungguhnya manusia di ciptakan dengan potensi keinginan untuk berbuat baik (takwa) dan keinginan buruk (nafsu atau fujur). Kedua keinginan tersebut menunjukkan sifat keseimbangan yang dimiliki oleh manusia (at-tawazun) dan kemanusiaan (al-basyariah). Oleh karena itu nafsu adalah fitrah manusia begitu pula dengan dengan takwa. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur’an yang artinya, “dan jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketakwaannya.” (QS asy-Syams: 7-8).
Sebagai bagian ujian dari Allah SWT, setiap manusia cenderung melakukan kesalahan dalam berbuat dosa dan maksiat. Manusia tidak akan pernah ada habisnya menuruti hawa nafsunya kecuali dengan ia memeranginya dengan penuh ketakwaan kepada Allah. dalam sebuah artikel ini akan membahas bagaimanakah seorang hamba bisa merasakan kenikmatan bermunajat kepada Allah?
Seorang hamba tidak akan pernah merasakan kenikmatan bermunajat kepada Allah Ta’ala selagi ia masih merasakan nikmatnya dunia dan menuruti hawa nafsunya. Karena sesungguhnya hawa nafsu adalah sesuatu yang bisa menghalangi kenikmatan dalam beribadah, sehingga Allah memerintahkan kita sebagai hambanya untuk selalu membersihkannya.
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sesungguh beruntung orang yang menyucikanya jiwa itu (hawa nafsunya)” (QS. Assyams:9)
Membersihkan jiwa adalah dengan cara meninggalkan perkara yang tercela serta meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala, yaitu dengan memerangi hawa nafsu, meninggalkan sesuatu yang diharamkan sebisa mungkin, serta menjaga adab dalam setiap nafas berhembus dan muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah). Semua ini bisa meredupkan nikmatnya hawa nafsu, sehingga ia hanya merasakan kenikmatan ketika sedang merasa dekat dengan Allah Ta’ala.
Nafsu apabila dibiarkan tanpa kendali, manusia yang tercipta sempurna akan menjadi beringas, mereka mempunyai hati, tetapi tidak di gunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata tidak digunakan untuk melihat nikmat-nikmat Allah, sesungguhnya manusia yang selalu menuruti hawa nafsunya merekalah orang-orang yang lalai.
فَلَا يَصُدَّنَّكَ عَنْهَا مَنْ لَا يُؤْمِنُ بِهَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَتَرْدَى
“Maka janganlah engkau dipalingkan dari (kiamat itu) oleh yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengkuti keinginannya, yang menyebabkan engkau binasa.” (QS. Taha: 16)
Sebaliknya jika seorang hamba bisa mengendalikan hawa nafsunya, menahan amarah dalam menghadapi persoalan, maka akan menjadi ketegasan dan menyelamatkanya dari sesuatu yang buruk yang akan terjadi.
Kesimpulan:
Teruslah melatih diri untuk memerangi hawa nafsu, secara tidak sadar manusia dalam hidup sering mempertahankan hawa nafsu, mereka yang sering mengikuti nafsu dan hasratnya dialah orang yang lebih rendah daripada binatang.
إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا
Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya. (QS. Al-Furqan: 44)
Seorang hamba tidak akan pernah merasakan kenikmatan bermunajat kepada Allah Ta’ala selagi ia masih merasakan nikmatnya dunia dan menuruti hawa nafsunya. Karena sesungguhnya hawa nafsu adalah sesuatu yang bisa menghalangi kenikmatan dalam beribadah.
Semoga kita termasuk hamba Allah yang senantiasa dapat mengendalikan hawa nafsu kenikmatan dunia. Amiin Allahumma Amiin