Hukum Meminum Air Susu Istri saat Jima, Bolehkah?

Seperti yang diketahui, bahwa di dalam Islam ada yang Namanya saudara sepersusuan, dan saudara sepersusuan itu termasuk mahrom. Jika sudah menjadi mahrom, tentunya haram untuk menikahinya.

Lalu bagaimana jika seorang suami meminum air susu istrinya saat berhubungan intim? Apakah ini sudah termasuk saudara sepersusuan dan menjadi mahrom?

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat, hal ini mengacu pada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah rodhiyallahu ‘anha.

Dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا تُحَرِّمُ الْمَصَّةُ وَالْمَصَّتَانِ

Tidaklah menjadi mahrom jika sekali dan dua kali susuan. (HR. Muslim, hadist no. 1450).

Imam As-Shon’ani rohimahullah berkata di dalam kitabnya Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam, bahwa ada beberapa pendapat ulama tentang seorang muslim menjadi saudara sepersusuan dengan seorang wanita :

1. Jika lebih dari 2 kali, maka sudah menjadi mahrom. Ini pendapat Daud dan murid-muridnya dan kebanyakan ulama.

أن الثلاث فصاعدا تحرم وإلى هذا ذهب داود وأتباعه وجماعة من العلماء لمفهوم حديث مسلم هذا وحديث الأخر بلفظ : لاتحرم الإملاجة والإملاجتان، فأفاد بمفهومه تحريم ما فوق الاثنتين

Bahwa 3 kali dan seterusnya sudah menjadi mahrom, dan ini pendapat Daud dan murid-murdinya dan kebanyakan dari ulama, karena memahami hadist Muslim ini dan hadist yang lain dengan lafadz : sekali hisapan atau dua kali hisapan tidak menjadikan mahrom. Maka dengan pemahaman ini seseorang menjadi mahrom jika di atas dua kali hisapan (susuan). (Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam, jilid 3 halaman 220).

2. Banyak atau sedikitnya susuan sudah menjadi mahrom, batasannya adalah mengenyangkan. Ini pendapat banyak ulama dari kalangan salaf dan kholaf.

لجماعة من السلف والخلف وهو أن قليل الرضاع وكثيره يحرم وهذا يروى عن علي وابن عباس وأخرين من السلف وهو مذهب الهادوية والحنفية ومالك. قالوا : وحده ما وصل الجوف بنفسه وقد ادعى الإجماع على أنه يحرم من الرضاع

Banyak ulama dari kalangan salaf dan kholaf berpendapat, sedikit atau banyaknya susuan tetap menjadi mahrom. Dan ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Ali, Ibnu Abbas dan yang lainnya dari kalangan salaf, yaitu mazhab Al-Haadawiyyah, Al-Hanafiyyah dan Malik. Mereka berkata : Batasnya adalah mengenyangkan perutnya. Dan ini diklaim ijma’ (kesepakatan ulama) menjadi mahrom dari penyususan itu. (Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam, jilid 3 halaman 220).

3. Tidak menjadi mahrom kecuali sampai 5 kali persusuan. Dan ini pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Zubair, Imam Syafi’i dan satu Riwayat dari Imam Ahmad.

أنه لاتحرم إلا خمس رضعات وهو قول ابن مسعود وابن الزبير والشافعي ورواية عن أحمد. واستدلوا بما يأتي  من حديث عائشة وهو نص في الخمس وبأن سهلة بنت سهيل أرضعت سالما خمس رضعات ويأتي أيضا

Tidak menjadi mahrom kecuali sampai 5 kali persusuan. Dan ini pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Zubair, Imam Syafi’i dan satu Riwayat dari Imam Ahmad. Mereka berdalil dari hadist Aisyah di mana Nash mengatakan 5 persusuan dan Sahlah binti Suhail menyusui Salim 5 kali susuan dan dia mendatanginya juga. Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam, jilid 3 halaman 220).

Inilah menurut para ulama batas persusuan seorang muslim menjadi mahrom dengan saudara sepersusuannya.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa seorang anak kecil, dia menyusu karena dia lapar dan berhenti jika dia kenyang. Adapun seorang suami, dia menyusu bukan dalam rangka mengenyangkan tubuhnya, akan tetapi dalam rangka bersenang-senang ketika berhubungan intim, dia senang dan istrinya pun senang dengan perlakukannya tersebut. Bahasa lainnya adalah enak sama enak.

Dan ada sebuah hadist yang menyebutkan bahwa disebut saudara sepersusuan itu karena lapar dan mengenyangkan.

Dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

انْظُرْنَ مَنْ إِخْوَانُكُنَّ، فَإِنَّمَا الرَّضَاعَةُ مِنَ المَجَاعَةِ

Lihatlah saudara-saudaramu (sepersusuan), karena sepersusuan itu dari rasa lapar. (HR. Bukhari, hadist no. 5102).

Imam As-Shon’ani rohimahullah menuqil pendapat Abu ‘Ubaid di dalam kitabnya Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam, beliau berkata, Abu ‘Ubaid berkata :

معناه أنه الذي إذا جاع كان طعامه الذي يشبعه البن من الرضاع

Artinya : Bahwa apabila dial apar, maka air susu dari penyusuannya itu bisa mengenyangkannya. (Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam, jilid 3 halaman 221).

Dari hadist di atas bisa disimpulkan bahwa seorang suami menyusu bukan dalam rangka menginginkan air susu sang istri untuk mengenyangkan perutnya, tapi hanya dalam rangka ingin bersenang-senang saja.

Allah berfirman :

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS. Al-Baqarah : 233).

Artinya bayi berhenti menyusu dan dianggap saudara sepersusuan hanya sampai berumur 2 tahun. Adapun jika disusui lebih dari 2 tahun, maka dianggap sebagai makanan biasa.

Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata di dalam kitabnya Majmu’ Fatawa :

وقَوْله تَعَالَى {حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ} يَدُلُّ عَلَى أَنَّ هَذَا تَمَامُ الرَّضَاعَةِ وَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غِذَاءٌ مِنْ الْأَغْذِيَةِ

Firman Allah “selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”, menunjukkan inilah sempurnanya persusuan. Adapun setelah dua tahun maka sama saja seperti makanan biasa. (Majmu’ Fatawa, jilid 34 halaman 63).

Oleh karnanya perlakuan suami yang menyusu terhadap istrinya tidak lantas menjadikan mahrom, karena tidak cukup syaratnya. Sebab syarat seseorang bisa menjadi mahrom sepersusuan adalah disusui selama 2 tahun dan lebih dari 5 kali susuan, serta susuannya tersebut bisa mengenyangkan perut yang menyusu. Apabila hal ini tidak terpenuhi, maka tidak cukup syartanya, otomatis tidak menjadikan keduanya mahrom. Dengan begitu hukum suami meminum susu istri adalah boleh karena tidak lantas menjadikan kedunya mahrom, karena suaminya telah dewasa, bukan lagi anak kecil yang disusui sampai kenyang dan tujuan suaminya menyusu pun karna ingin bersenang-senang, bukan dalam rangka mengenyangkan perutnya.

Kesimpulannya :

1. Hukum suami meminum air susu istri itu boleh, karena suami meminumnya dalam rangka bersenang-senang sewaktu berhubungan intim, bukan dalam rangka mengnyangkan perut seperti bayi. Dan syarat disebut mahrom juga tidak terpenuhi, karena syarat-syaratnya adalah :

A. Disusui selama 2 tahun.

B. Disusui karena lapar dan sampai mengenyangkan perutnya.

C. Tidak lebih dari umur 2 tahun.

Nah, adapun suami sudah dewasa dan tidak temasuk dalam kategori syarat di atas, sehingga tidak bisa disebut mahrom. Oleh sebab itu hukumnya boleh.

2. Menyusu kepada istri saat berhubungan intim yang mana tidak ada air susunya, maka juga dibolehkan, karena dalam rangka bersenang-senang. Yang diperselisihkan ulama itu jika meminum air susunya. Jika tidak ada air susunya, maka lebih dibolehkan. Karena istri adalah temapt bercocok tanam dan boleh di datangi dari arah manapun.

Allah berfirman :

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّىٰ شِئْتُمْ ۖ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah : 223).

Artinya jika sudah menikah, semua tubuh istri halal bagi suami, kecuali menyetubuhi di duburrnya, maka haram hukumnya.

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا

Dilaknat siapa saja yang menyetubuhi istrinya di duburnya. (HR. Ahmad, hadist no. 10206).

Syekh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadist ini derajatnya Hasan.

Sekali lagi, suami yang meninum air susu istrinya, hukumnya boleh dan tidak menjadikan keduanya sebagai mahrom. Karena syarat untuk dikatakan mahrom tidak terpenuhi, karena sang suami sudah dewasa dan hal itu dilakukan bukan karena lapar ataupun tidak sampai kenyang, tapi dalam rangka bersenang-senang dengan istrinya saat berhubungan suami istri.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *