Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdo’a

Banyak di antara kaum muslimin yang masih mempersoalkan masalah yang bersifat furu’iyyah (cabang), salah satunya adalah mempermalasahkan mengangkat kedua tangan saat berdo’a. Mereka mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdo’a tidak diperbolehkan oleh para ulama, padahal para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.

Sebagian ulama bahkan menganjurkan untuk mengangkat kedua tangan ketika berdo’a dikarenakan banyaknya dalil yang menerangkan tentang hal itu.

Allah berfirman :

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْٓ اَسْتَجِبْ لَكُمْ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ

Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (QS. Ghafir : 60).

Dalil-dalil bolehnya mengangkat tangan ketika berdo’a :

1. Dari Salman Al-Farisi rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ

Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu dia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa. (HR. At-Tirmidzi, hadist no. 3556).

2. Dari Abu Musa Al-As’ary rodhiyallahu ‘anhu berkata :

دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ، وَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a, kemudian mengangkat kedua tangannya, sehingga aku melihat putih kedua ketiak Beliau. (HR. Bukhari, pada Baabu Rof’il Aydi Fid Du’a-i, jilid 8 halaman 74).

3. Dari Yahya bin Sa’id dan temannya, bahwa mereka mendengar Anas berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ

Mengangkat kedua tangannya, sehingga aku melihat putih kedua ketiak Beliau. (HR. Bukhari, hadist no. 6341).

4. Dari Umar rodhiyallahu ‘anhu berkata :

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَدَّ يَدَيهِ فِي الدُّعَاءِ لَمْ يَرُدَهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ

Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dalam berdo’a, dia tidak mengembalikannya (menurunkannya) hingga mengusapkan wajahnya dengan kedua tangannya. (HR. At-Tirmidzi, hadist no. 3386).

Imam Ibnu Hajar rohimahullah mengomentari hadist ini sebagai hadist hasan sebagaimana di dalam kitab hadist Subulus Salam.

Imam as-Shon’ani rohimahullah mengomentari hadist ini di dalam kitab Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam :

أخرجه الترمذي وله شواهد منها حديث ابن عباس عند أبي داود وغيره ومجموعها يقضي بأنه حديث حسن وفيه دليل على مشروعية مسح الوجه باليدين بعد الفراغ من الدعاء قيل وكأن المناسبة أنه تعالى لما كان لا يردهما صفرا فكأن الرحمة أصابتهما فناسب إضافة ذلك على الوجه الذي هو أشرف الأعضاء وأحقها بالتكريم

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi rohimahullah, dan ada beberapa hadist lainnya yang semakna dengan hadist ini. Di antaranya adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas didalam Sunan Abi Dawud dan lainnya, yang secara keseluruhan yang menyebabkan derajat hadist ini menjadi hadist hasan. (Subulus Salam syarah kitab Bulughul Marom min Jam’i Adillatil Ahkaam jilid 4 halaman 219).

Nah, diantara ulama ada yang menyebutkan hadist mengangkat kedua tangan ketika berdo’a derajatnya hasan (bagus).

Bagaimana pendapat ulama mazhab tentang mengangkat kedua tangan ketika berdo’a?

1. Imam an-Nawawi rohimahullah ulama mazhab Syafi’i berkata di dalam kitab Al-Majmu’ syarah al-Muhadzab :

وَمِنْ آدَابِ الدُّعَاءِ كَوْنُهُ فِي الْأَوْقَاتِ وَالْأَمَاكِنِ وَالْأَحْوَالِ الشَّرِيْفَةِ وَاسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ وَرَفْعُ يَدَيْهِ وَمَسْحُ وَجْهِهِ بَعْدَ فَرَاغِهِ وَخَفْضُ الصَّوْتِ بَيْنَ الْجَهْرِ وَالْمُخَافَتَةِ

Di antara beberapa adab dalam berdoa adalah, adanya do’a dalam waktu-waktu, tempat-tempat dan keadaan-keadaan yang mulia, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah setelah selesai berdo’a, memelankan suara antara keras dan berbisik. (Al-Majmu’ syarah al-Muhadzab jilid 4 halaman 487).

2. Imam Zainuddin Al-Malibari rohimahullah berkata di dalam kitab Fathul Mu’in :

ورفع يديه الطاهرتين حذو منكبيه ومسح الوجه بهما بعده

Dan di waktu berdo’a disunnahkan mengangkat kedua tangannya yang suci setinggi kedua bahu, dan disunnahkan pula menyapu muka dengan keduanya setelah berdo’a. (Fathul Mu’in, jilid 1 halaman 128).

3. Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani rohimahullah mengomentari hadist-hadist di atas di dalam kitabnya Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari :

وَفِي الْحَدِيثِ الْأَوَّلِ رَدُّ مَنْ قَالَ لَا يَرْفَعُ كَذَا إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ بَلْ فِيهِ وَفِي الَّذِي بَعْدَهُ رَدٌّ عَلَى مَنْ قَالَ لَا يَرْفَعُ الْيَدَيْنِ فِي الدُّعَاءِ غَيْرَ الِاسْتِسْقَاءِ أَصْلًا وَتَمَسَّكَ بِحَدِيثِ أَنَسٍ لَمْ يَكُنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَهُوَ صَحِيحٌ لَكِنْ جَمَعَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَحَادِيثِ الْبَابِ وَمَا فِي مَعْنَاهَا بِأَنَّ الْمَنْفِيَّ صِفَةٌ خَاصَّةٌ لَا أَصْلُ الرَّفْعِ وَقَدْ أَشَرْتُ إِلَى ذَلِكَ فِي أَبْوَابِ الِاسْتِسْقَاءِ وَحَاصِلُهُ أَنَّ الرَّفْعَ فِي الِاسْتِسْقَاءِ يُخَالِفُ غَيْرَهُ إِمَّا بِالْمُبَالَغَةِ إِلَى أَنْ تَصِيرَ الْيَدَانِ فِي حَذْوِ الْوَجْهِ مَثَلًا وَفِي الدُّعَاءِ إِلَى حَذْوِ الْمَنْكِبَيْنِ

Pada hadist yang pertama adalah penolakan bagi yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengangkat tangan ketika berdo’a seperti itu kecuali pada shalat istisqo’ saja. Namun hadist setelahnya adalah penolakan bagi mereka yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan ketika berdo’a selain istisqo’. Dan berpegang pada hadist Anas yang meniadakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangan ketika berdo’a kecuali pada shalat Istisqo’ saja. Hadistnya shahih. Akan tetapi ketika dikumpulkan kedua hadist tersebut dan hadist-hadist di bab ini dan hadist yang semakna dengannya, bahwa meniadakan sifat khusus tidak ada asal mengangkat tangan, maka aku telah mengutip hal itu pada bab-bab tentang shalat istisqo’, dan hasilnya bahwa mengangkat tangan ketika berdo’a seperti pada shalat istisqo’ menyelisihi hadist-hadist lainnya. Adapun yang dimaksud tidak mengangkat tangan adalah melebih-lebihkan dalam mengangkat tangan, yang menjadikan kedua tangan setinggi wajah misalnya dan dalam berdo’a lainnya tangan diangkat setinggi kedua bahu. (Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari, jilid 11 halaman 141).

Artinya Rasulullah juga mengangkat tangan, namun tidak setinggi seperti saat shalat Istisqo’.

4. Imam Al-Qasthalany rohimahullah berkata di dalam kitabnya Irsyaadus Saari Syarah Shahih Bukhari :

وفي الباب أحاديث كثيرة يطول سردها وفيها ردّ على القائل بعدم الرفع إلا في الاستسقاء لحديث أنس الصحيح لم يكن النبي -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء. وأجيب: بأن المنفي صفة خاصة لا أصل الرفع فالرفع في الاستسقاء يخالف غيره إما بالمبالغة إلى أن تصير اليدان في حذو الوجه مثلاً، وفي الدعاء إلى المنكبين ويكون رؤية بياض إبطيه في الاستسقاء أبلغ منها في غيره

Di dalam bab ini banyak hadist-hadist yang menyatakan tentang mengangkat tangan ketika berdo’a. Dan hadist-hadist tersebut sekaligus bantahan bagi mereka-mereka yang meniadakan mengangkat tangan ketika berdo’a selain pada shalat Istisqo’ saja dikarenakan hadist Anas yang shahih, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengangkat tangan ketika berdo’a kecuali pada shalat Istisqo’ saja. Maka saya jawab : Bahwa yang dimaksud adalah meniadakan sifat khusus dalam berdo’a yang tidak ada asalnya. Seperti mengangkat tangan ketika berdo’a seperti pada shalat Istisqo’ menyelisihi hadist-hadist lainnya dan hal ini melebih-lebihkan dalam mengangkat tangan seperti mengangkat kedua tangan setinggi wajah misalnya, atau dalam berdo’a lainnya mengangkat tangan setinggi bahu dan terlihat putih ketiaknya seperti yang dilakukan Rasulullah pada shalat Istisqo’, maka hal ini yang dimaksud jika dilakukan selain pada shalat Istisqo’. (Irsyaadus Saari Syarah Shahih Bukhari, jilid 9 halaman 197).

Kesimpulan :

1. Mengangkat tangan hukumnya boleh menurut para ulama di atas.

2. Tidak mengangkat kedua tangan terlalu tinggi kecuali pada shalat Istisqo’.

3. Mengangkat tangan ketika berdo’a merupakan adab seorang muslim dalam berdo’a, memohon pertolongan dan meminta kepada Allah Subhanhu wa Ta’ala.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *