Cinta itu fitrah setiap manusia, siapapun bisa merasakan cinta. Namun hendaknya seorang muslim meletakkan cinta pada tempat yang sewajarnya. Mencintai seseorang itu wajar, jika yang dicintai itu masih dalam keadaan belum belum berumah tangga. Namun jika yang dicintai itu adalah suami orang lain, maka sama saja menyiram api dengan bensin. Apa jadinya? Api tersebut akan tambah membesar disebabkan disiram dengan sesuatu yang memancingnya untuk menjadi lebih besar. Begitu pula mencintai suami orang, setan akan terus menghasutnya untuk terus mendekat kepada suami orang tersebut dan pada akhirnya dia menghancurkan rumah tangga orang lain untuk menghidupkan rumah tangganya. Tipe wanita seperti ini adalah tipe wanita yang tidak punya rasa iba kepada sesame perempuan. Dia menghancurkan dongeng orang lain untuk menghidupkan dongengnya. Maka wanita perebut suami orang itu akan menerima balasan kelak di sisi Allah.
Maka dari itu Allah berfirman :
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya. (QS. An-Nur : 31).
Oleh sebab itu hendaknya seorang wanita menahan diri dari laki-laki yang bukan mahromnya, apalagi suami orang. Lelaki yang sudah menjadi milik wanita lain, jangan merebutnya dari wanita tersebut sebagaimana juga kau mempunyai suami, tapi direbut oleh wanita lain. Bukankah rasanya sakit? Tapi saya cinta sama dia, kami saling mencintai. Kan gak apa-apa? Cinta seperti ini bukan berasal dari Allah tapi berasal dari setan, sebab setanlah yang menghasut untuk mencintai suami orang.
Umar bin Khattab rodhiyallahu ‘anhu berkata :
لَا يَكُنْ حُبُّكَ كَلَفًا، وَلَا بُغْضُكَ تَلَفًا، فَقُلْتُ: كَيْفَ ذَاكَ؟ قَالَ: إِذَا أَحْبَبْتَ كَلِفْتَ كَلَفَ الصَّبِيِّ، وَإِذَا أَبْغَضْتَ أَحْبَبْتَ لِصَاحِبِكَ التَّلَفَ
Janganlah cintamu menjadikan keterlenaan bagimu, dan jangan pula kebencianmu menjadikan kehancuran bagimu. Maka aku (Aslam) berkata : Bagaimanakah itu? Umar berkata : Apabila kamu mencitainya, maka kamu mencintainya sampai kamu terlena seperti layaknya seorang anak kecil, dan bila engkau membenci, engkau menginginkan kehancuran baginya. (Al-Adab Al-Mufrod, no. 1322, jilid 1 halaman 448).
Nah, jangan sampai mencintai seseorang sampai terlena seperti layaknya anak kecil, apalagi mencintai suami orang. Bayangkan jika misalnya dia sampai bercerai dengan istrinya gara-garamu, maka murka Allah sedang menantimu karena menjadi penyebab perceraian di antara suami istri. Na’udzubillah, sungguh keji tipe wanita seperti ini, dia tidak memikirkan sama sekali perasaan sesamanya. Dia merasa bodo amat dengan perasaan wanita lain, yang penting tujuannya tercapai. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Itulah pentingnya belajar ilmu agama agar bisa membedakan antara yang haq dan batil, agar bisa membedakan mana orang yang boleh dicintai, mana yang tidak. Jika timbul rasa kepada suami orang itu wajar, karena rasa itu ada pada setiap manusia. Namun jika rasa itu ingin memilikinya, maka ini yang tidak wajar dan haram hukumnya, karena yang dicintai dan ingin dimiliki itu adalah milik orang lain.
Betapa banyak laki-laki di dunia ini, namun kenapa harus memilih suami orang? Ini adalah salah satu bujuk rayu setan untuk menyesatkan manusia serta untuk menghancurkan rumah tangga seorang muslim. Jika yang terkena penyakit semacam ini adalah orang yang paham agama, bisa jadi dia bisa memfilter rasa tersebut. Tapi bagaimana jika rasa itu tumbuh kepada orang yang tidak paham agama? Maka kehancuranlah yang akan ditimbulkan, sebab dia tidak mau tau dengan perasaan sesamanya. Di sinilah peran setan menyesatkan manusia dan mengarahkannya jauh ke jurang ke sesatan dan terlena di dalamnya.
Apa hukuman bagi Pelakor (Perebut Suami Orang)?
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا
Barang siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dari kami. (HR. Ibnu Hibban, hadist no. 5560).
Syekh Syu’aib Al-Arnauth rohimahullah mengomentari hadist ini di dalam kitab Shahih Ibnu Hibban :
إسناده صحيح على شرط الصحيح
Sanadnya shahih sesuai syarat hadist shahih. (Shahih Ibnu Hibban, jilid 12 halaman 370).
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا
Tidak termasuk golongan kami, orang yang mengompor-ngompori seorang wanita, sehingga wanita tersebut merasa tidak senang kepada suaminya. (HR. Al-Hakim, hadist no. 2795).
Imam Al-Hakim rohimahullah berkata :
هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحٌ عَلَى شَرْطِ الْبُخَارِيِّ، وَلَمْ يُخَرِّجَاهُ
Hadist ini derajatnya shahih sesuai dengan syarat Bukhari, namun beliau tidak meriwayatkannya. (Al-Mustadrak ‘Alas Shahihain, jilid 2 halaman 214).
Syekh Ali Manduh Al-Mansyuri rohimahullah mengomentari hadist di atas di dalam kitab Syarah Kitab Al-Ibanah :
ومعنى (خبب): أفسد، كأن يتقرب إلى امرأة جاره إلى أن تحبه، ثم تبدأ تتقلب على زوجها وتطلب منه الطلاق، وفي النهاية يتزوجها ذاك الرجل وهذا بلا شك من كبائر الذنوب، ولكن لا يكفر بهذا الذنب
Dan adapun arti “Khobbaba” adalah merusak. Seolah-olah dia (wanita) tersebut mendekati istri tetangganya supaya suka padanya, kemudian dia mulai membolak balikkan pikiran sang wanita terhadap suaminya dan meminta cerai, dan pada akhirnya lelaki terseburt menikahi dirinya. Dan ini tidak diragukan lagi, termasuk dosa besar, akan tetapi tidak membuat pelakunya menjadi kafir hanya gara-gara dosa ini. (Syarah Kitab Al-Ibanah, jilid 32 halaman 17).
Namun pada intinya, bagaimanapun strategi yang dilancarkan oleh seorang wanita untuk merebut suami orang, maka haram hukumnya dan hukuman bagi pelakor adalah dia tidak diakui oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai golongan beliau. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah. Jika Nabi kita sendiri yang mengatakan tidak termasuk golongan beliau, maka golongan siapakah para pelakor tersebut? Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Mencintai suami orang itu penyakit yang harus dihilangkan dari hati seorang wanita, begitu juga mencintai istri orang lain, itu hal yang tidak seharusnya tumbuh di dalam hati manusia. Jika rasa itu tumbuh di dalam hati, maka banyak-banyaklah istighfar karena itu datangnya dari setan dan setanlah yang menghasutnya, dan tidak sedikit yang mengikuti hasutan setan tersebut sehingga pada akhirnya dia menjadi penyebab perceraian yang dialami seorang muslim.. Na’udzubillah. Cinta seperti ini berasal dari setan yang harus dilawan, bukan diperturutkan, maka dari itu belajarlah ilmu agama agar bisa membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan mana yang tidak, agar tidak tersesat dari jalan yang benar.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi