Sudah gak asing lagi dikalangan seorang wanita mendapatkan pertanyaan seperti hal diatas, lulusan sarjana kok jadi ibu rumah tangga? Gak sayang dengan gelar sarjananya? Buat apa jadi sarjana, ujung-ujungnya menjadi ibu rumah tangga. Seorang wanita mau menjadi ibu rumah tangga atau menjadi ibu bekerja, tetap saja mendapatkan omongan negatif dari sekeliling, kasian banget yah anaknya, kurang kasih sayang dari ibunya, kerena ibunya sibuk bekerja. Padahal mereka tidak tau permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam rumah tangga mereka, bisanya hanya kasih komentar saja.
Menjadi ibu rumah tangga bukanlah pilihan yang mudah, meninggalkan pekerjaan yang disukai, demi mengabdi menjadi seorang ibu dan istri. Menjadi ibu bekerja juga bukan tuntutan yang mudah, karena harus membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. Apapun itu pilihan ibu rumah tangga, atau ibu bekerja, dua-duanya sama-sama baik, asalkan paham mana yang menjadi prioritas, dan mana yang tidak diprioritaskan.
Bagaimanakah sebaiknya kita mengambil langkah dalam memilih antara keduanya? Dan bagaimanakah islam menyebutkan keutamaan seorang wanita dalam mengambil langkah?
Wanita Dalam Pandangan Islam
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (Qs. Al-Ahzab: 33).
Ayat di atas menjelaskan bahwasanya sebaiknya seorang wanita tetap berada dalam rumah, dikarenakan seorang wanita lebih terjaga, dan lebih terpelihara dari segala sesuatu yang buruk. Di dalam rumah menunaikan pekerjaan menjadi seorang ibu, mendidik anak, hingga terciptalah suatu pondasi yang kuat diantara keluarga. Dan apabila seorang wanita mengharuskan untuk bekerja, dalam ayat di atas telah disebutkan, hendaklah tidak berhias secara berlebih-lebihan, agar tidak menjadi fitnah.
Apabila di antara seorang wanita lulusan sarjana memutuskan pilihan untuk menjadi ibu rumah tangga, dialah yang tau mana pilihan yang harus diambil, karena anak-anaknya berhak mendapatkan pendidikan dari seorang ibu berpendidikan. Dalam Islam tidak melarang seorang wanita untuk menjadi dokter, guru, hakim, tokoh masyrakat, asalkan sesuai dengan kemampuan dan kodratnya.
Namun, ada syarat dan ketentuannya di dalam Islam :
1. Meminta izin dan ridho suami
2. Apabila suami tidak mencukupi kebutuhan keluarga
3. Tidak khalwat (tidak bercampur baur dengan lawan jenis)
4. Tidak tadabburj (berhias)
5. Tidak melalaikan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga
Apapun profesi kamu saat ini, asalkan kamu mengerjakannya dengan kesungguhan dan ketulusan hati, maka hasilnya yang akan engkau dapatkan akan baik. Jadikanlah keluarga prioritas utamamu, apapun pekerjaan kamu dan apapun profesi kamu, tetaplah berikan yang terbaik untuk keluarga kamu. Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti tidak mempunyai karir, ibu rumah tangga juga mempunyai karir dalam rumahnya sendiri.
Menjadi wanita sejati tidak dinilai dari profesinya, tapi bagaimana dia bisa menjadi versi terbaik dari dirinya, ibu rumah tangga ibu bekerja, selalu menjadi dilema bagi setiap wanita, karena keduanya sama baiknya.
Di dunia ini tidak terlepas dari berjuta-juta pilihan, apalagi menjadi seorang wanita yang mengharuskannya untuk memilih. Ambil langkah ini ragu, bagaimana yah nanti hasilnya dan bagaimana? Ibu yang cerdas adalah dia yang paham prioritas, dia paham mana yang harus didengarkan dan mana yang tidak harus didengarkan. Dia tau mana yang lebih penting dan lebih baik untuk keluarganya.
Ibu rumah tangga dan ibu bekerja. Berbeda bukan berarti salah satunya benar atau salah, karena dua-duanya adalah pekerjaan yang mulia. Seorang ibu pastilah ingin memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Hal yang lebih utama dari semua itu adalah keridhoaan dari suami, karena ketika perempuan yang sudah menikah, meminta ridho kepada suami adalah suatu kewajiban.
Dalam sebuah hadits Rasulullah sallahu’alaihi wasallam menyebutkan kedudukan seorang suami dihadapan sang istri:
diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodiyahhu’anhu, Rasulullah sallahu’alaihi wasallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang manusia untuk bersujud kepada manusia lainnya, niscaya akan aku suruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya” (HR. Tirmidzi, No. 1159)
Hadits di atas menjelaskan sujud terhadap suami karena penghormatan, bukan sujud ibadah. Suami adalah kepala rumah tangga, hendaknya seorang istri ta’at terhadap suami apabila keputusan suami adalah hal yang baik untuk keluarganya.
Ibu bekerja, ibu rumah tangga sama-sama ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Ibu sejati tidak dinilai dari profesinya, jadilah ibu yang bahagia, yang menghargai atas pilihanya, menjadi versi terbaik untuk dirinya, mengasuh anak dan keluarga dengan penuh cinta.
Kesimpulan:
Ibu adalah sekolah pertama, bila engkau mempersiapkannya maka engkau telah mempersiapkan generasi yang terbaik, mampu mencetak generasi yang hebat. Seorang ibu mampu mendidik anaknya menjadi insan kamil, mengarahkan anak-anaknya ke arah kebaikan, mampu mengarahkan anak-anaknya arti kehidupan, yang di dalamnya terdapat ibadah kepada Allah.
Semoga bermanfaat, salam sehat dan bahagia
Penulis: Khodijah al-Khalil