Makan Ketika Lapar dan Berhenti Sebelum Kenyang

Ada sebuah ungkapan yang sangat terkenal di masyarakat kita, terkhusus di Indonesia. Ungkapan tersebut adalah : “makan ketika lapar dan berhenti sebelum kenyang.”

Dasarnya adalah kalimat yang disandarkan kepada baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalimat tersebut adalah :

نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع

Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang tidak makan kecuali ketika lapar dan apabila kita makan, maka berhenti sebelum kenyang.

Al-Lajnah Ad-Daaimah pernah ditanya tentang kalimat di atas :

س 2: هل هذا حديث صحيح: (نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع) ؟

Pertanyaan : Apakah hadist ini shahih? “kita (kaum muslimin) adalah kaum yang tidak makan kecuali ketika lapar dan apabila kita makan, maka berhenti sebelum kenyang.”

ج2: هذا اللفظ المذكور ليس حديثا فيما نعلم.

Jawaban : Lafadz yang disebutkan ini bukanlah hadist sebagaimana yang kami ketahui. (Fatwa nomor 18072).

Syekh bin Baz pernah ditanya tentang kaliamat di atas, beliau menjawab :

هذا المعنى صحيح لكن السند فيه ضعيف.

Maknanya benar, akan tetapi sandanya dhoif

[يراجع في زاد المعاد والبداية لابن كثير] . وهذا ينفع الإنسان إذا كان يأكل على جوع أو حاجة، وإذا أكل لا يسرف في الأكل، ويشبع الشبع الزائد، أما الشبع الذي لا يضر فلا بأس به.

Silahkan lihat di dalam kitab Zaadul Ma’ad dan Al_Bidayah Libni Katsir. Dan ini bermanfaat bagi manusia apabila dia makan Ketika lapar atau jika ada keperluan. Dan apabila dia makan, maka dia tidak makan dengan berlebihan, dan kenyang dengan kekenyangan yang berlebihan. Adapun kenyang yang tidak menimbulkan mudorot baginya, maka tidak mengapa. (Majmu’ Fatawa Al-‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz rohimahullah, jilid 4 halaman 122).

Syekh bin Baz mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat di atas adalah kenyang yang berlebihan sehingga bisa menimbulkan mudorot baginya ketika kenyang yang berlebihan tersebut. Dan Islam juga melarang berlebihan atas setiap sesuatu.

Allah berfirman :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-A’raf: 31).

Imam As-Sarqandi rohimahullah berkata di dalam tafsirnya Bahrul Ulum :

الإسراف أن يأكل ما لا يحل أكله أو يأكل مما يحل له أكله فوق القصد ومقدار الحاجة

Berlebihan itu jika dia memakan sesuatu yang tidak halal untuk di makan atau dia makan sesuatu yang dihalalkan untuk di makan, akan tetapi dia memakannya di atas keperluannya dan melampaui ukuran kebutuhannya. (Tafsir As-Samarqandi, Bahrul Ulum, jilid 1 halaman 511).

Dalam ayat ini kita diperintahkan untuk tidak makan dan minum dengan berlebihan, yaitu ketika kenyang bisa memudorotkan diri sendiri sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh bin Baz dalam menafsirkan kalimat di atas. Namun kenyang yang tidak menimbulkan mudorot, maka tidak mengapa menurut Syekh bin Baz. Karena kenyang dengan kekenyangan itu berbeda, kenyang dia bisa bertahan sampai beberapa lama dan menguatkan tubuhnya, Adapun kekenyangan dia kenyang yang berlebihan sehingga terkadang susah bernafas, sasah berdiri, bergerak sedikir saja salah, mau mengerjakan apapun tidak enak karena efek dari kekenyangan tersebut, inilah yang di maksud kenyang yang berlebihan sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat di atas.

Oleh sebab itu sekalipun kalimat di atas benar-benar hadist dan derajatnya shahih misalnya, yang di maksud kenyang di sana adalah kenyang yang berlebihan, istilah di Indonesianya adalah kekenyangan, di mana kekenyangan itu nanti bisa membahayakan dirinya sendiri, seperti susah bernafas, susah berdiri, bawaannya malas, mau ngapa-ngapain gak enak, sehingga bisa merugikan dirinya sendiri dan bisa membuatnya malas beribadah karena tidak bisa bergerak karena kekenyangan itu, maka seperti inilah yang di maksud dalam kalimat di atas jika misalnya itu benar-benar hadist Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Adapun kekenyangan yang tidak membahayakan dirinya sendiri, maka tidak mengapa sebagaimana yang dijelaskan oleh Syekh bin Baz di dalam fatawanya.

Semoga bermanfaat.

***

Oleh: Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *