Bagi seorang mukmin percaya kepada Nabi Muhammad adalah keniscayaan. Karena keimanan ini adalah salah satu rukun iman dalam agama Islam. Keimanan seseorang akan semakin kuat menghujam jika ia membaca kepribadian Rasulullah ﷺ. Kebaikan tutur kata dan tingkah laku nampak jelas ada pada diri Rasulullah ﷺ.
Hal ini pula yang mampu membuat tokoh-tokoh non mukmin memberikan pengakuan bahwa Rasulullah ﷺ adalah pribadi yang baik akhlaknya, ucapannya dan memiliki integritas yang tidak diragukan lagi. Meskipun tidak menutup kemungkinan terdapat musuh-musuh Allah yang senantiasa menyerang pribadi Nabi Muhammad ﷺ melalui penggambaran sosok Nabi Muhammad ﷺ yang buruk dan suka berbuat keburukan. Namun semua tuduhan tersebut tidak mampu menghilangkan cahaya kebaikan pada diri Nabi Muhammad ﷺ karena pada hakekatnya apa yang mereka tuduhkan kepada Nabi ﷺ adalah kepalsuan atau kekeliruan.
Jika kita membaca sejarah kehidupan Nabi ﷺ, mungkin kita akan sedikit tertegun ketika mengetahui bahwa Nabi ﷺ adalah seorang yang ummiy. Ummiy adalah orang yang tak kenal baca tulis. Namun kita tak perlu khawatir atau menolak fakta ini. Bahkan Allah Ta’ala menegaskan keummiyan Nabi Muhammad ﷺ dalam Alquran,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ
“Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca, menulis, dan menggunakan ilmu hisab)” (QS. Al-A’raf: 157)
Sebelum kita melangkah lebih jauh, kenapa Nabi Muhammad ﷺ ummiy, alangkah baiknya jika kita kupas dulu makna dari ummiy. Dalam tafsir Al-Munir dalam penjelasan ayat di atas disebutkan bahwa, kata ummiy adalah seseorang yang tidak pandai membaca atau menulis.[1] Jadi maksud dari seorang nabi yang ummiy adalah seorang nabi yang tidak dapat membaca tulisan dan juga menulis.
Hal ini tidak mengherankan karena bangsa arab ketika Nabi Muhammad ﷺ diutus juga memiliki julukan bangsa yang ummiy, sebagaimana ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam Alquran,
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيِّنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri.” (QS. Al-Jumuah: 2)
Keummiyan Nabi ﷺ juga diakui oleh ahli kitab sebagaimana dijelaskan dalam Alquran,
…ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْا لَيْسَ عَلَيْنَا فِى الْاُمِّيِّنَ سَبِيْلٌۚ…
“…Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf…” (QS. Ali Imran: 75)
Menjadi pribadi yang ummiy bukan berarti Nabi Muhammad ﷺ menjadi sosok yang terbelakang dan tidak mampu berfikir cerdas. Akan tetapi kecerdasan Nabi ﷺ telah melekat pada dirinya sejak beliau masih kecil, dan beliau memiliki ketajaman dalam berfikir, sehingga beliau memiliki kedudukan yang mulia disisi kaumnya sebelum diangkat menjadi Rasul.
Ibnu Taimiyah setelah menyebutkan surat al-A’raf: 157 di atas menjelaskan bahwa keummiyan Nabi Muhammad bukan berarti Nabi Muhammad ﷺ adalah seseorang yang tidak memiliki ilmu dan kemampuan membaca. Bahkan Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang pemimpin para nabi. Dan disebut ummiy karena Beliau ﷺ tidak dapat menulis dan membaca sesuatu yang tertulis.[2]
Maka dari sini telah nampak keummiyan Nabi ﷺ bukanlah menjadi dasar kelemahan pribadi beliau apalagi kelemahan syariat yang beliau bawa. Karena keummiyan beliau bukanlah pertanda pribadi yang buruk, tidak mampu menjadi suami, ayah, saudara, sahabat, mitra, dan pemimpin yang baik, maupun menjadi nabi dan rasul. Namun keummiyan beliau karena Allah Ta’ala ingin menunjukkan bahwa syariat yang beliau bawa adalah syariat yang berasal dari Allah Ta’ala, bukan hasil pemikiran sendiri yang beliau baca dari berbagai kitab yang ada.
Allah Ta’ala menjelaskan hikmah dibalik keummiyan Nabi Muhammad ﷺ dalam Alquran,
وَمَا كُنْتَ تَتْلُوْا مِنْ قَبْلِهِ مِنْ كِتٰبٍ وَّلَا تَخُطُّهُ بِيَمِيْنِكَ اِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُوْنَ
“Dan engkau (Muhammad) tidak pernah membaca sesuatu kitab sebelum (Al-Qur’an) dan engkau tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; sekiranya (engkau pernah membaca dan menulis), niscaya ragu orang-orang yang mengingkarinya.” (QS. AL-Ankabut: 48)
Dalam kitab Fathul Qarib disebutkan bahwa jika Nabi muhammad adalah seorang yang mampu membaca dan menulis tentu orang-orang akan menuduh bahwa apa yang beliau ajarkan adalah hasil dari membaca kitab-kitab terdahulu, seperti Zabur, Taurat, dan Injil, maupun dari buku-buku yang lain.[3] Jika seperti ini, maka orang-orang akan menjauhi ajakan Nabi Muhammad ﷺ.
Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan maksud ayat di atas dalam kitabnya dan hikmah dari keummiyan Beliau, bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah seorang yang buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis, sebelum turunnya Alquran. Dengan demikian, turunnya kitab yang memuat berbagai disiplin ilmu pengetahuan kepada seorang yang tidak bisa membaca dan tidak pernah belajar adalah sebuah hal yang luar biasa.[4]
Allahu A’lam
***
Oleh: Achmad Fathoni
Sidoarjo, 19 Dzulqa’dah 1441 H
[1] Wahbah Az-zuhaili, Tafsir Al-Munir, Terj. Abdul Hayyie al-kattani, dkk. (Depok: Gema Insani, 2013) jilid 05, hal. 123
[2] Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa, jilid 25 hal. 172
[3] Asy-Syaukani, Fathul Qarib, Jilid 4 hal. 239
[4] Wahbah Az-zuhaili, Tafsir Al-Munir, Terj. Abdul Hayyie al-kattani, dkk. (Depok: Gema Insani, 2013) jilid 11 hal. 32-33