Penulis : David Iwanto [Tim Buku Mutiara Bayt Al Fath]
Manusia diciptakan oleh Allah Azza Wa Jalla sebagai makhluk sosial. Artinya makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain, tidak bisa hidup sendiri. Sebagai manusia yang saling bersosialisasi kita pasti pernah mendapatkan perlakuan yang baik maupun perlakuan yang buruk dari orang lain. Entah itu dari keluarga, kerabat karib, teman kerja, maupun masyarakat. Dan itu adalah sunnatullah. Kita tidak bisa selamanya mendapatkan perlakuan baik dari orang lain, kita pasti pernah sesekali atau bahkan sering mendapatkan perlakuan buruk dari orang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: «المؤمن الذي يخالط الناس، ويصبر على أذاهم خير من الذي لا يخالط الناس ولا يصبر على أذاهم».
[صحيح] – [رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد]
Artinya : “Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu ‘anhumā- meriwayatkan dari Nabi -ṣhallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda, “Orang Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka, lebih baik dari orang Mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Penjelasan dari hadist tersebut adalah Hadis ini merupakan dalil keutamaan bergaul dengan manusia dan berkumpul dengan mereka. Orang Mukmin yang bergaul dan berkumpul dengan manusia dan sabar dengan gangguan yang menimpa mereka disebabkan nasihat dan pengarahannya kepada mereka, lebih utama dari orang Mukmin yang tidak bergaul dengan manusia, bahkan tidak duduk di majelis mereka dan menjauh dari mereka atau hidup sendirian karena mereka tidak sabar terhadap gangguannya.
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani menyatakan: “Jumhur ulama berpendapat bahwa bergaul di tengah masyarakat (yang bobrok) itu lebih utama karena dengan hal itu didapatkan banyak keuntungan diniyyah, semisal tersebarnya syiar-syiar Islam, memperkokoh kekuatan kaum Muslimin, tercapainya banyak kebaikan-kebaikan seperti saling menolong, saling membantu, saling mengunjungi, dan lainnya. Dan sebagian ulama berpendapat, uzlah itu lebih utama karena lebih terjamin keselamatan dari keburukan, namun dengan syarat ia memahami benar keadaan yang sedang terjadi” (Fathul Baari, 13/42, dinukil dari Mafatihul Fiqh, 46).
Jika kita melihat dari perspektif agama kita bisa melihat bahwa ada pintu-pintu ibadah dalam kita bermasyarakat. Salah satu pintu ibadah tersebut adalah berakhlak mulia kepada sesama manusia. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Salam bersabda :
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya : “Sesungguhnya yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
(HR. Tirmidzi No. 1162)
Hal ini menunjukkan bahwasanya ibadah bukan cuma hanya hubungan kita dengan Robbul ‘aalamin. Bukan cuma baca Qur’an, bukan cuma sholat malam, bukan cuma ketika kita Haji atau Umroh. Bahkan hubungan kita dengan sesama, dengan orangtua kita, dengan suami kita, dengan istri kita, dengan anak-anak kita, dengan tetangga kita, merupakan ladang pahala yang besar.
Apa itu akhlak mulia? Al Imam Hasan Al Bashri rahimahullahu ta’ala menyebutkan bahwasanya akhlak mulia terfokus pada 3 perkara, yaitu :
بَذْلُ النَّدَى؛ وَ كَفُّ الأَذَى؛ وَطَلَاقَةُ الوَجْهِ
Yaitu: mudah menolong/ ringan tangan, tidak mengganggu orang lain, dan murah senyum. Barangsiapa yang dalam dirinya terkumpul 3 perkara ini:
- Mudah membantu orang lain/ ringan tangan.
- Tidak pernah mengganggu orang lain dengan lisannya, dengan tulisannya, dengan komentarnya, dengan cuitannya.
- Murah senyum kepada sesama. Murah senyum kepada orang yang setara dengan dia, murah senyum dengan orang yang mungkin lebih rendah ekonominya, murah senyum dengan pembantunya, dengan supirnya.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan yang lainnya.
Dari ‘Uqbah bin ‘Aamir Al Juhani radhiyallahu’anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ رض قَالَ: لَقِيْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص فَبَدَرْتُهُ اَخَذْتُ بِيَدِهِ وَ بَدَرَنِى فَاَخَذَ بِيَدِى فَقَالَ: يَا عُقْبَةُ، اَلاَ اُخْببِرُكَ بِاَفْضَلِ اَخْلاَقِ اَهْلِ الدُّنْيَا وَ اْلآخِرَةِ؟قال بلى يارسول الله. قال: تَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ وَ تُعْطِى مَنْ حَرَمَكَ وَ تَعْفُوْ عَمَّنْ ظَلَمَكَ
Artinya : “Dari ‘Uqbah bin Amir : Suatu hari aku bertemu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Salam. Aku segera menghampiri dan memegang tangannya dan beliau segera menghampiriku dan memegang tanganku. Beliau mengatakan “Uqbah, apakah kamu ingin aku beritahu akhlak paling utama penghuni dunia dan penghuni akhirat?. “Tentu saja, wahai Nabi”. Nabi mengatakan: menghubungi orang yang memutus persaudaraan denganmu, menyantuni orang yang pernah menolak memberimu, dan memaafkan orang yang menganiayamu.
(HR. Al-Hakim)
3 hal ini merupakan ciri orang yang paling top di puncak akhlak:
- Engkau menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskan silaturahmi denganmu.
- Engkau memberikan kepada orang yang pelit kepadamu, yang menahan hakmu, kau beri kepada dia.
- Engkau ma’afkan orang yang berbuat zholim kepadamu.
Tidak mudah untuk menjalankan 3 akhlak ini. Makanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala menyebut akhlak ini dalam Al-Qur’an yang berbunyi :
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
Artinya : “Balaslah keburukan dengan kebaikan. Tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang-orang yang sabar. Dan tidak bisa melakukannya kecuali orang yang mendapatkan bagian yang besar.” (QS. Fussilat Ayat 34-45)
Ini akhlak sangat berat. Kenapa sangat berat? Karena manusia punya sifat kalau ada yang berbuat zholim pada dia, dia ingin balas. Sifat manusia semuanya demikian. Kalau perlu dia balas lebih daripada itu. Betapa sering orang berkata, “Kau belum tahu siapa saya. Kalau kau baik, saya baik. Tapi kalau kau jahat, saya lebih jahat.” Betapa banyak orang yang mengatakan demikian. Sifat manusia ingin membalas orang berbuat buruk kepadanya. Tetapi syari’at mengajarkan lain. Mengajarkan bukan cuma berbuat baik kepada orang lain, tapi berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu. Dan ini sangat berat. Perjuangan melawan hawa nafsu, mengalahkan ego. Dan sangat kita butuhkan akhlak seperti itu di zaman sekarang. Betapa sering kita melihat orang-orang yang terputus silaturahminya. Kakak bertengkar dengan adiknya. Anak bertengkar dengan ibunya. Kerabat bertengkar dengan kerabatnya. Masing-masing memegang egonya, tidak ada yang minta maaf. Merugi di dunia dan di akhirat. Oleh karenanya kita sekarang hidup di zaman di mana persatuan dan tali ukhuwah tercerai-berai. Terputuskan, terkoyak. Gara-gara urusan dunia, gara-gara urusan politik, gara-gara urusan perut, maka terjadi pertikaian, perpecahan, hujat-menghujat, maki-memaki, gelar memberi gelar. Sementara orang-orang yang bertikai tidak dirahmati oleh Allah Subhanahu wata’ala.
وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
Artinya : “Senantiasa mereka berselisih kecuali yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wata’ala.” (QS. Hud Ayat 118-119)
Orang-orang yang bisa menahan diri, mencintai karena Allah Subhanahu wata’ala, mengerti tentang agungnya tali persaudaraan. Dia tidak bertikai. Maka dia dirahmati oleh Allah Subhanahu wata’ala Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wata’ala. Marilah kita saling mema’afkan, saling mengasihi. Buang itu ego. Buang itu ke-aku-an. Ma’afkan saudara. Ma’afkan kawan. Ada yang berbuat buruk, balas dengan kebaikan. Sapa dia, telepon dia, WhatsApp dia. Allah akan berikan nilai yang tinggi buat Antum karena 3 akhlak ini adalah akhlak yang termulia. Yaitu engkau ma’afkan orang yang menzholimimu, engkau menyambung silaturahmi orang yang memutuskan silaturahmi denganmu, dan engkau memberi kepada orang yang menghalangi kebaikan darimu.
Semoga yang sedikit ini menjadi hal yang bermafaat dan menjadi amal yang mampu menjadikan kita seorang muslim yang berakhlak mulia. Aamiin Allahuma Aamiin.
Penulis : David Iwanto [Tim Buku Mutiara Bayt Al Fath]