Kemerdekaan adalah konsep yang memiliki banyak interpretasi dan pemahaman yang berbeda dalam berbagai konteks dan budaya. Para ulama’ Islam, seperti para cendekiawan agama lainnya, juga memiliki pandangan dan pemahaman mereka tentang kemerdekaan. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak ada pandangan tunggal yang mewakili semua ulama’ Islam, karena pandangan mereka dapat bervariasi berdasarkan interpretasi agama dan latar belakang budaya mereka.
Makna merdeka sendiri dalam bahasa arab yaitu istiqlal, sehingga hari kemerdekaan disebut dengan i’ed al-istiqlal (hari kemerdekaan). Sedangkan menurut kamus KBBI menyebutkan bahwasannya kemerdekaan adalah berdiri sendiri, yaitu bebas lepas, tidak terjajah lagi.
Kemerdekaan tak semerta merta di dapatkan begitu saja, melainkan perlu adanya pengorbanan, perjuangan, bahkan bertekat dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh kebebasan yang dibutuhkan. Kemerdekaan akan menjadikan seseorang mendapatkan hak-hak, kesempatan serta mendapatkan kewajiban yang seharusnya ia peroleh.
Bagaimana Islam memandang kemerdekaan?
Ibnu Asyur berpedapat dalam karyanya “Maqsid al-Syari’ah al-Islamiyah”. Memaknai kemerdekaan dengan dua makna, yang pertama, kemerdekaan bermakna lawan kata dari perbudakan, kedua, makna metamorfosis dari makna pertama, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dan jurusannya sesuka hatinya tanpa ada tekanan. Pandangan Ibnu Asyur, ada beberapa aspek kemerdekaan dan kebebasan yang dikendaki syariat Islam. Di antaranya, kebebasan untuk berkeyakinan (huriyyah al-‘tiqad), kebebasan berpendapat dan bersuara (huriyyah al-aqwal), termasuk didalamnya kebebasan dalam belajar, mengajar, dan berkatya (huriyyah al-‘ilmi wa al ta’lim wa al ta’lif), lalu kebebasan bekerja dan berwirausaha (huriyyah al-a’mal).
Kemerdekaan pada awal datangnya Islam, Islam memmang tidak semerta melarang adanya perbudakan manusia, melainkan Islam datang dengan memberi syari’ar secara bertahap dalam membebaskan manusia dalam perbudakan. Adapun kisah beberapa dalam al-Qur’an yang menyebutkan secara tersirat membahas terkait kemerdekaan, salah satunya yaitu, kisah Nabi Muhammad Shollahu ‘Alaihi Wasallam bagaiamana keberhasilannya dalam mengemban misi kenabian ndi muka sehingga umat Islam terbebas dari zaman jahiliyyah, penuh dengan perbudakan mansuia, menuju ke zaman yang terang benderang. Pada hakikatnya manusia asal mula manusia adalah merdeka sesuai dalam surah Al-Baqarah ayat 30 menyebutkan:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al-Baqarah: 30)
Menurut Ibnu Asyur penjabaran terkait makna kemerdekaan dalam syariat Islam adalah terbebas dari perbudakan tekanan dari pihak lain, sehingga mendapatkan keamanan dan ketentraman jiwa bagi diri maupun harta.
Oleh: Khodijah Khalil (Mahasiswi Magister Psikologi Sains)