Kemuliaan Air Pada Manusia

Kemuliaan Air pada Kehidupan manusia

Ikhwani fillah. Allah adalah pencipta alam semesta yang luas ini. satu komponen diantara kompenen alam, Allah jadikan air bagian dari makhluk di alam semesta ini. namun pernakah kita berfikir, untuk apa air itu diciptakan, kenapa air diturunkan dari langit. Adakah kebesaran yang Allah tetapkan pada air dari sekian banyak makhluk ciptaan Allah di alam semesta ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ

“dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air” (QS. Al-Anbiya’: 30)

Marilah kita renungkan sepenggal ayat ini, ketika kita kotori air yang suci dengan kotoran, sampah, limbah. Sehingga kandungan kebaikan dalam air menjadi tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia, sebab perilaku manusia yang mendholimi air.

Allah menciptakan air tidak untuk hal sepele, patut diremehkan dan pantas untuk dikotori, namun untuk kebaikan manusia. Dan dalam penciptaannya terdapat kemuliaan di dalamya yang patut manusia perhatikan. Pada segala aspek kehidupan manusia pasti ada peran air di dalamnya. Seorang petani membutuhkan air untuk merawat tanamannya supaya dapat tumbuh dengan baik. Seorang pengrajin kayu akan melihat kadar air yang terkandung di kayu sebelum digunakan, sehingga harus dikeringkan terlebih dahulu. Seorang kontraktor akan memperhatikan takaran air pada adukan semen yang digunakan untuk membuat struktur bangunan sehingga menjadi kokoh.

Dalam tafsir al-Munir disebutkan bahwa, maksud dari penggalan ayat diatas adalah dan kami menciptakan tiap-tiap makhluk hidup dari air, seperti firman Allah dalam ayat, “Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air” (QS. An-Nur: 45) setiap hewan pasti berasal dari nuthfah yang kandungannya berupa air. Begitu pula tumbuh-tumbuhan tidak bisa tumbuh kecuali dengan air.

Ini sesuai dengan pandangan sebagian ilmuwan yang mengatakan bahwa setiap hewan pada mulanya diciptakan di laut. Kemudia ada sebagian jenis hewan yang berpindah ke daratan dan lama-kelamaan terbiasa dengan karakter daratan.

Dalam tafsir al-Qurthubi disebutkan, ada tiga penakwilan mengenai penggalan ayat diatas. Pertama, bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari air. Demikian yang dikatanan oleh Qatadah. Kedua, Allah memelihara kehidupan segala sesuatu dengan air. Ketiga, dan Kami menjadikan segala yang hidup dari air tulang sulbi. Quthrub mengatakan, “waja’alnaa (kami jadikan) bermakna khalaqnaa (kami ciptakan).”

Pada ayat diatas juga memberikan teguran bahwa air membawa potensi kehidupan, maka ketika manusia sadar bahwa air memiliki peran penting bagi kehidupan manusia perilaku mencemari dan merusak kualitas akan terjadi seperti saat ini.

Allahu A’lam

Tafsir Surah Al-Alaq: 6-8 Berhati-hatilah, Jika Merasa Serba Cukup Dan Sering Bermaksiat Kepada Allah

Tafsir Al-Alaq 6-8

Siapa yang tidak kenal dengan Abu Jahal. Tokoh masyarakat Makkah yang terkenal dengan upayanya dalam meredupkan cahaya Islam di awal masa dakwah kenabian. Abu Jahal adalah gambaran bagi siapapun yang sangat getol dalam melawan dakwah Islam. Dengan sikap angkuh dan kasarnya sering mengintimidasi muslim yang lemah. Tak peduli apakah itu laki-laki atau perempuan, jika ia menyakini agama yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam maka ia akan diganggu hingga diancam olehnya, tak terkecuali Nabi Muhammad yang masih keponakannya.

Meskipun sosok abu jahal sudah lama mati, namun bukan berarti apa yang telah melekat kepadanya hilang begitu saja. Banyak orang seseudahnya yang secara sadar atau tidak sadar telah menjadi sosok yang dulu pernah dirasakan oleh Abu Jahal. Yakni merasa cukup dengan apa yang telah dimilikinya, merasa nyaman, dan aman, lantas senang bermaksiat kepada Allah, menghalangi dakwah Islam, menggangu aktivitas ibadah orang Islam, hingga mengancam keberadaan seorang muslim yang ada di sekitarnya.

Peringatan ini telah Allah hadirkan dalam kitabnya di Surah Al-Alaq ayat 6 hingga 8 dan berikut akan kami hadirkan tafsir ayat tersebut dari kitab Tafsir Al-Munir.

كَلَّآ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰىٓ ۙاَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰىۗ

Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup. (QS. Al-Alaq: 6-7)

Wahai Manusia, berhentilah kamu dari kekufuran kepada Allah dan perbuatanmu yang melampaui batas dalam bermaksiat karena dirimu melihat dirimu sudah kaya raya dengan harta, kekuatan, dan para pengikut. Ada yang mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah sungguh perkara manusia itu sangat mengherankan. Dia merasa hina dan lemah pada saat kondisi fakir dan melampaui batas dalam bermaksiat, takabur, dan membangkang sehingga merasa dirinya mampu dan kaya. Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa maksud dari kata al-insaan (manusia) yang disebutkan di dalam ayat tersebut adalah Abu jahal dan orang-orang semisalnya.

Kemudian Allah Ta’ala mengancam dengan siksa di akhirat, Allah berfirman,

اِنَّ اِلٰى رَبِّكَ الرُّجْعٰىۗ

Sungguh, hanya kepada Tuhanmulah tempat kembali(mu). (QS. Al-Alaq: 8)

Sesungguhnya tempat kembali hanyalah kepada Allah Ta’ala, tidak kepada yang lain. Allahlah yang akan menghitung harta mansuia dari mana dikumpulkan dan kemana didermakan. Perlu diperhatikan bahwa kalimat ini menggunakan ushlub iltifaat (peralihan) sebagai pembebanan bagi manusia karena mengancam akan adanya balasan bagi orang-orang yang melampaui batas dalam bermaksiat.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, “Ada dua orang rakus yang tidak akan pernah kenyang; pencari ilmu dan pencari dunia. Keduanya tidak sama, Pencari ilmu akan semakin menambah ridha Allah, sedankan pencari dunia, akan bertambah membangkang.” Kemudian Abdullah bin Mas’ud membaca ayat, اِنَّ الْاِنْسَانَ لَيَطْغٰى ۙاَنْ رَّاٰهُ اسْتَغْنٰىۗ dan mengenai pencari ilmu, Abdullah bin Mas’ud membaca ayat, إِنَّما يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبادِهِ الْعُلَماءُ hal senada diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara marfu’, beliau bersabda,

 مَنْهُوْمَانِ لَا يَشْبِعَانِ: طَالِبُ عِلْمٍ، وَطَالِبُ دُنْيَا

“Dua orang rakus yang tidak akan pernah kenyang, pencari ilmu dan pencari dunia.”