Hukum Imam Membaca Surat Panjang dalam Shalat

Pada zaman sekarang ini banyak sekali imam ketika membaca surat atau ayat di dalam shalat, mereka membaca surat-surat yang panjang. Padahal terkadang jama’ah yang ada di belakangnya banyak orang-orang tua dan pekerja, yang di mana dia sudah bekerja seharian di luar dan tidak kuat berdiri lama.

Ketika imam membaca surat-surat yang panjang, makmum menjadi tidak khusyu’ dan shalatnya menjadi kurang afdol.

Kita hidup di zaman fitnah, jadi jangan sampai imam hanya mementingkan bacaan yang panjang, tapi mengabaikan makmumnya di belakang sehingga jatuhnya sang imam menzolimi makmum karena membuat makmum tidak khusyu’ dalam shalatnya.

Sahabat Mu’adz pun dulu pernah ditegur oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala beliau mengimami shalat berjama’ah dan membaca surat-surat yang panjang dan diadukan oleh seorang sahabat kepada baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abdullah bin Jabir rodhiyallahu ‘anhu berkata :

أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، كَانَ يُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ يَأْتِي قَوْمَهُ فَيُصَلِّي بِهِمُ الصَّلاَةَ، فَقَرَأَ بِهِمُ [ص:27] البَقَرَةَ، قَالَ: فَتَجَوَّزَ رَجُلٌ فَصَلَّى صَلاَةً خَفِيفَةً، فَبَلَغَ ذَلِكَ مُعَاذًا، فَقَالَ: إِنَّهُ مُنَافِقٌ، فَبَلَغَ ذَلِكَ الرَّجُلَ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا قَوْمٌ نَعْمَلُ بِأَيْدِينَا، وَنَسْقِي بِنَوَاضِحِنَا، وَإِنَّ مُعَاذًا صَلَّى بِنَا البَارِحَةَ، فَقَرَأَ البَقَرَةَ، فَتَجَوَّزْتُ، فَزَعَمَ أَنِّي مُنَافِقٌ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مُعَاذُ، أَفَتَّانٌ أَنْتَ – ثَلاَثًا – اقْرَأْ: وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى وَنَحْوَهَا

Bahwa Mu’adz bin Jabal rodhiyallahu ‘anhu pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia mendatangi kaumnya untuk mengimami shalat bersama mereka dengan membaca surat Al-Baqarah, Jabir melanjutkan : Maka seorang laki-laki pun keluar dari shaf lalu dia shalat dengan shalat yang agak ringan, ternyata hal itu sampai kepada Mu’adz, dia pun berkata : “Sesungguhnya dia adalah seorang munafik.” Ketika ucapan Mu’adz sampai ke laki-laki tersebut, laki-laki itu langsung mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum yang memiliki pekerjaan untuk menyiram ladang, sementara semalam Mu’adz shalat mengimami kami dengan membaca surat Al-Baqarah, hingga saya keluar dari shaf, lalu dia mengiraku seorang munafik.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Wahai Mu’adz, apakah kamu hendak membuat fitnah?” Beliau mengucapkannya tiga kali. “Bacalah Was syamsi wadhuaha dan Sabbihisma robbikal a’la atau yang serupa dengan surat ini. (HR. Bukhari, hadist no. 6106).

Imam An-Nawawi rohimahullah mengomentari hadist di atas di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :

واستدل أصحابنا وغيرهم بهذا الحديث على أنه يجوز للمأموم أن يقطع القدوة ويتم صلاته منفردا وإن لم يخرج منها

Hadist ini adalah dalil sahabat kami (ulama mazhab Syafi’i) bahwa bolehnya makmum membatalkan shalatnya dan menyempurnakan shlatnya sendiri, bahkan sekalipun dia tidak keluar dari tempat shalat tersebut. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 4 halaman 182).

Beliau rohimahullah melanjutkan :

وفي هذه المسألة ثلاثة أوجه لأصحابنا أصحها أنه يجوز لعذر ولغير عذر والثاني لا يجوز مطلقا والثالث يجوز لعذر ولا يجوز لغيره

Mengenai ini ada 3 pendapat ulama mazhab Syafi’i :

1. Boleh bagi orang yang ada udzur dan yang tidak mempunyai udzur

2. Tidak boleh secara Mutlaq

3. Boleh hanya bagi yang mempunyai udzur dan tidak boleh bagi yang tidak mempunyai udzur. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 4 halaman 182).

Artinya : Terkadang orang-orang tua yang di belakang sudah tidak kuat berdiri lama karena adanya udzur, yaitu faktor usia. Begitu juga orang-orang yang seharian bekerja di luar rumah, mereka capek. Hendaknya para imam di masjid-masjid memperhatikan hal ini, jangan sampai imam berbuat zolim terhadap jama’ahnya karena jama’ah tidak kuat berdiri lama di belakang.

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengingatkan Mu’adz bin Jabal agar jangan sampai melakukan hal itu, sebab bisa menyebabkan fitrnah. Fitnahnya bukan dalam rangka mengada-adakan sesuatu yang buruk pada orang lain, akan tetapi akan tetapi membuat jama’ah tidak khusyu’ dalam shalatnya sehingga mereka meninggalkan shalat berjama’ah seperti yang terjadi pada salah satu jama’ah yang di imami oleh sahabat Mu’adz bin Jabal.

Untuk itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Mu’adz bin Jabal untuk membaca surat As-Syams dan Al-A’la dan surat-surat pendek yang serupa dengannya.

Imam Ibnu Rojab Al-Hanbali rohimahullah berkata di dalam kitabnya Fathul Baari Libni Rojab :

فيستدل بهذا: عَلَى أن الإمام إذا طول عَلَى المأموم وشق عَلِيهِ إتمام الصلاة مَعَهُ؛ لتعبه أو غلبه النعاس عَلِيهِ أن لَهُ أن يقطع صلاته مَعَهُ، ويكون ذَلِكَ عذراً فِي قطع الصلاة المفروضة، وفي سقوط الجماعة فِي هذه الحال، وأنه يجوز أن يصلي لنفسه منفرداً فِي المسجد ثُمَّ يذهب، وإن كان الإمام يصلي فِيهِ بالناس

Hadist ini menjadi dalil bahwa jika imam memperpanjang bacaannya, dan dapat menyusahkan orang yang bermakmum pada imam tersebut, karena makmum tersebut capek atau mengantuk, maka makmum tersebut boleh memutus shalatnya bersama imam. Hal itu adalah udzur untuk memutus shalat fardhu dan menggugurkan jamaah pada kondisi tersebut. Diperbolehkan bagi makmum tersebut untuk melakukan shalat sendiri di dalam masjid tersebut kemudian pulang, walaupun imam masih melakukan shalat jama’ah bersama makmum-makmum yang lain. (Fathul Baari Libni Rojab, jilid 6 halaman 212).

Seorang imam bertanggung jawab terhadap makmumnya, dan seharusnya imam memperhatikan keadaan makmumnya agar jangan sampai imam menzoliminya dengan membaca surat-surat yang panjang, sehingga membuat makmum tidak khusyu’ dengan shalatnya.

Pernah juga terjadi pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seorang wanita yang membawa anak kecil ke masjid, kemudian anaknya tersebut menangis tatkala baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengimami. Maka kemudian Rasulullah mempercepat shalatnya karena khawatir ibunya cemas kepada anaknya.

Dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya Qatadah rodhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنِّي لَأَقُومُ فِي الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلاَتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

Saat Aku sedang shalat, aku ingin memperlama shalatku, lalu aku mendengar tangisan bayi, aku pun mempercepat shalatku khawatir akan memberatkan ibunya. (HR. Bukhari, hadist no. 707).

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata :

مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلاَةً، وَلاَ أَتَمَّ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ

Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar tangisan bayi, maka beliau mempercepat shalatnya karena khawatir ibunya cemas. (HR. Bukhari, hadist no. 708).

Syekh Ar-Ruhaibani Ad-Dimasqi Al-Hanbali rohimahullah berkata di dalam kitabnya Matholibu Ulin Nuha :

وَيُسَنُّ لِإِمَامٍ تَخْفِيفُ الصَّلَاةِ إذَا عَرَضَ لِبَعْضِ مَأْمُومِينَ فِي أَثْنَاءِ الصَّلَاةِ مَا يَقْتَضِي خُرُوجَهُ مِنْهَا كَسَمَاعِ بُكَاءِ صَبِيٍّ

Dan dianjurkan bagi imam untuk meringankan shalatnya ketika ada masalah dengan sebagian makmum pada saat shalat jama’ah, sehingga mendesak makmum untuk segera menyelesaikan shalatnya, seperti mendengar tangisan bayi. (Matholibu Ulin Nuha, jilid 1 halaman 640).

Oleh karnanya seorang imam hendaknya menyesuaikan dengan keadaan makmumnya. Jika makmumnya banyak dari kalangan orang tua dan pekerja, maka jangan terlalu Panjang membaca ayat atau surat dalam shalatnya. Karena jika shalat tidak khusyu’, maka shalatnya juga tidak afdol dan jadinya menzolimi makmum dengan bacaan panjang yang dibaca sang imam. Bacalah surat-surat pendek dan ayat-ayat yang tidak terlalu panjang, agar imam dan makmum sama-sama khusyu’ di dalam shalat dan sama-sama mendapat ridho dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Baca Juga: konsultasi muslim dan tanya jawab islam online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *