Mengintip di lobang rumah seseorang termasuk perbuatan yang tidak beradab di dalam Islam, dan perbuatan ini dibenci oleh baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi rodhiyallahu ‘anhu bercerita :
أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ فِي جُحْرٍ فِي بَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِدْرًى يَحُكُّ بِهِ رَأْسَهُ، فَلَمَّا رَآهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لَوْ أَعْلَمُ أَنَّكَ تَنْتَظِرُنِي، لَطَعَنْتُ بِهِ فِي عَيْنَيْكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا جُعِلَ الإِذْنُ مِنْ قِبَلِ البَصَرِ»
Bahwa ada seorang lelaki mengintip dari lobang pintu kamar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedang di tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada sisir besi untuk menggaruk kepalanya. Maka tatkakala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat hal itu, beliau bersabda : “Andai aku tahu bahwa kamu melihatku, maka pasti aku tusukkan besi ini di kedua matamu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Diwajibkan meminta izin sebelum memandang.” (HR. Bukhari, hadist no. 6901).
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَوِ اطَّلَعَ فِي بَيْتِكَ أَحَدٌ، وَلَمْ تَأْذَنْ لَهُ، خَذَفْتَهُ بِحَصَاةٍ، فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ مَا كَانَ عَلَيْكَ مِنْ جُنَاحٍ
Seandainya ada orang mengintip rumahmu, dan dia tidak meminta izin kepadamu, kemudian kamu melemparnya dengan kerikil sehingga tercungkil matanya, maka tiada dosa atasmu. (HR. Bukhari, hadist no. 6888).
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata :
أَنَّ رَجُلًا اطَّلَعَ مِنْ بَعْضِ حُجَرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ” فَقَامَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِشْقَصٍ، أَوْ: بِمَشَاقِصَ، فَكَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَيْهِ يَخْتِلُ الرَّجُلَ لِيَطْعُنَهُ
Bahwa ada seorang lelaki mengintip di bagian lobang kamar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri membawa panah yang panjang, saya perhatikan beliau berjalan perlahan supaya orang itu tidak merasa untuk menusuk matanya. (HR. Bukhari, hadist no. 6242).
Kenapa diwajibkan meminta izin?
Imam Ibnu Bathol rohimahullah berkata di dalam kitabnya Syarah Shahih Bukhari :
قال المؤلف: فى هذا الحديث تبين معنى الاستئذان وأنه إنما جعل خوف النظر إلى عورة المؤمن وما لا يحل منه
Pengarang (Shahih Bukhari) berkata : Hadist ini menjelaskan arti meminta izin, karena ditakutkan melihat aurat orang yang beriman dan apa saja yang tidak dihalalkan baginya. (Syarah Shahih Bukhari, jilid 9 halaman 21).
Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :
إنما جعل الإذن من أجل البصر معناه أن الاستئذان مشروع ومأمور به وإنما جعل لئلا يقع البصر على الحرام فلايحل لاحد أن ينظر فى جحر باب ولاغيره مما هو متعرض فيه لوقوع بصره على امرأة أجنبية وفى هذا الحديث جوازرمى عين المتطلع بشيء خفيف فلورماه بخفيف ففقأها فلاضمان إذا كان قد نظر في بيت ليس فيه امرأة محرم والله أعلم
Meminta izin sebelum melihat artinya bahwa meminta disyari’atkan dan diperintahkan bagi seorang muslim karena dikhawatirkan dia melihat kepada yang haram. Dan tidak dihalalkan bagi seseorang melihat (mengintip) di lobang pintu dan sebagainya dari apapun yang ditujukan padanya, seperti bisa melihat perempuan yang bukan mahrom. Dan di dalam hadist ini menunjukkan bolehnya melempar mata orang yang mengintip dengan sesuatu yang ringan. Jika melemparnya dengan benda yang ringan dan benda tersebut bisa mencungkil matanya, maka tidak ada jaminan dia melihat (mengintip) di rumah lainnya yang tidak ada perempuan yang bukan mahrom. Wallahu a’lam. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 14 halaman 137-138).
Berdasarkan hadist dan perkataan ulama di atas, bahwa mengintip di lobang kamar, jendela atau bagian manapun dari rumah seseorang hukumnya haram, bahkan ketika orang yang mengintip itu dilempar sekalipun, maka boleh, karena dia mengintip tanpa izin pemilik rumah, sebab dikhawatirkan orang yang mengintip bisa melihat aurat orang yang berada di dalam rumah, baik aurat lelaki maupun aurat perempuan yang bukan mahromnya. Maka sudah selayaknya bagi seorang muslim untuk meninggalkan perbuatan yang tercela ini.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi