Setiap tanggal 17 Agustus merupakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. ini berarti kita akan menikmati kemerdekaan Indonesia yang ke-77. Tentulah untuk mendapatkan kemerdekaan suatu bangsa tidaklah mudah, melainkan melalui perjuangan yang panjang dengan pengorbanan jiwa dan raga dari pejuang kita, tentunya yang diridhoi dan dirahmati oleh Allah subhanallah wata’ala.
Setelah mengetahui bahwasannya mendapatkan kemerdekaan bangsa teramatlah sulit dan mahal, sehingga banyak diantara pejuang yang gugur dalam membela kemerdekaan. Maka dari itu tugas kita menjadi penerus bangsa harus menjadi lebih baik lagi dalam menjaga kemerdekaan Indonesia dengan bingkai Negara Kemeredekaan Republik Indonesi (NKRI).
Dalam Islam mempunyai makna kemerdekaan tersendiri, kemerdekaan sejatinya adalah kebebasan dalam memilih dan bertindak. Hal ini dapat dipahami bahwasannya manusia merupakan kepercayaan untuk menjadi khalifah di bumi. Makna bebas, bukan berarti bebas-sebebasnya (liberal), makna kebebasan dalam memilih dan bertindak dibatasi sesuai dengan hukum dan syari’at Islam. Batasan tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur’an dan hadits sebagai petunjuk untuk manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan menjadi bekal untuk kehidupan di akhirat.
Dalam kesemarakannya terdapat beberapa pertanyaan yang terbesit dalam benak kita, sebenarnya apakah makna kemerdekaan itu? Bagaimanakah memahami kemerdekaan dalam Islam?
Definisi kemerdekaan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, secara bahasa merdeka mempunyai makna bebas. Sedangkan kemerdekaan artinya kebebasan. Menurut istilah merdeka mempunyai makna bebas dari segala penjajah dan penjajahan atau penghambaan. Kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah.
Islam sangat menjungjung tinggi tentang kebebasan, bahkan ketika untuk menganut agama Islam tidak ada paksaan dalam memilih agama Islam, seseorang bebas memilih keyakinan dalam beragama. Allah menghendaki agar setiap manusia dapat merasakan kedamaian, sebab paksaan dalam beragama akan menimbulkan rasa tidak tentram, pertengkaran dan ketidakrelaan. Pesan tanpa adanya paksaan dalam beragama disebutkan oleh Allah Subhallah wata’ala dalam firman-Nya Surah Al-Baqoroh: 256 yang berbunyi:
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (Al-Baqoroh: 256)
Menurut Ibnu Katsir dari Ibnu Abbas menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat di atas adalah perihal seorang laki-laki dari kaum Anshar keturunan Bani Salim bin ‘Auf, bernama Husain. Suatu hari dia bertanya kepada Rasulullah saw tentang haruskah dua orang anaknya yang beragama Nasrani pindah agama? Dikarenakan ia (Husain) sendiri beragama Islam. Kemudian turunlah ayat ini bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
Sebenarnya Islam bukan hanya mengedepankan kebebasan beragama saja, tetapi kebebasan dalam segala hal, seperti kebebasan dalam berpendapat, kebebasan menentuukan pilihan, bebas dalam berekspresi, berperilaku, mengemukakan ide, dan kebebasan lainnya selama sesuai dengan syaria’at agama Islam dan tidak merusak kemanusian.
Oleh: Khodijah Khalil (Mahasiswi Magister Psikologi Sains)