Terdapat banyak postingan-postingan yang beredar di media sosial tentang larangan membungkukkan badan untuk menghormati orang yang lebih tua atau ulama.
Mereka berdalil dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, teks hadistnya adalah :
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata :
قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ؟ قَالَ: لاَ، قَالَ: أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ؟ قَالَ: لاَ، قَالَ: أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ؟ قَالَ: نَعَمْ
Seorang lelaki berkata : wahai Rasulullah, apabila seseorang di antara kami bertemu saudaranya, apakah dia boleh membungkukkan badannya? Rasulullah menjawab : tidak. Apakah dia mencium tangannya? Rasulullah menjawab : tidak. Apakah dia mengambil tangannya dan kemudian saling bersalaman? Rasulullah menjawab : iya. (HR. At-Tirmidzi, hadist no. 2728).
Status hadistnya :
Imam Al-‘Iroqi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Mughni ‘an Hamlil Asfar Fil Asfar :
حَدِيث أنس: قُلْنَا يَا رَسُول الله أينحني بَعْضنَا لبَعض؟ قَالَ «لَا» قَالَ: فَيقبل بَعْضنَا بَعْضًا؟ قَالَ «لَا» قَالَ: فيصافح بَعْضنَا بَعْضًا؟ قَالَ «نعم» أخرجه التِّرْمِذِيّ وَحسنه وَابْن مَاجَه وَضَعفه أَحْمد وَالْبَيْهَقِيّ
Hadist Anas, kami berkata : Wahai Rasulullah apakah kami membungkukkan badan apabila bertemu salah seorang di antara kami? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : tidak. Apakah kami mencium tangannya? Rasulullah menjawab : tidak. Apakah kami bersalaman dengannya? Rasulullah menjawab : iya. (Dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi dan beliau menghasankannya bersama Imam Ibnu Majah. Sedangkan Imam Ahmad dan Imam Al-Baihaqi mendhoifkannya). (Al-Mughni ‘an Hamlil Asfar Fil Asfar, jilid 1 halaman 665).
Jadi, hadist ini derajatnya hasan menurut Imam At-Tirmidzi dan Imam Ibnu Majah. Akan tetapi menurut Imam Ahmad dan Imam Al-Baihaqi derajat hadist ini dhoi’if.
A. Yang menghasankan hadist di atas :
1. Imam At-Tirmidzi
2. Imam Ibnu Majah
B. Yang mendho’ifkan hadist di atas :
1. Imam Ahmad
2. Imam Al-Baihaqi
Ada sebuah qoidah ushul fiqh menyebutkan :
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
Hukum itu berputar bersama illatnya (sebabnya), baik ketika illatnya ada maupun ketika tidak ada.
Artinya dalam menghukumi sesuatu dilihat dulu illatnya (sebabnya) apa, kemudian barulah bisa dihukumi mubah, haram, makruh, sunnah ataupun wajib.
Maka dari itu, para ulama kemudian berbeda pendapat tentang hukum membungkuk badan untuk menghromati orang yang lebih tua atau ulama.
Adapun illatnya di sini adalah bahwa membungkuk badan itu menyerupai ruku’ di dalam shalat.
Ulama yang memakruhkannya :
1. Ulama mazhab Syafi’i
Imam An-Nawawi rohimahullah berkata :
يكره حتي الظَّهْرِ فِي كُلِّ حَالٍ لِكُلِّ أَحَدٍ لِحَدِيثِ انس السابق في المسألة الاولى
Dimakruhkan membungkukkan punggung dalam semua keadaan kepada siapapun berdasarkan hadist Anas terdahulu pada masalah yang pertama. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, jilid 4 halaman 635).
Akan tetapi yang perlu diingat adalah, bahwa Imam An-Nawawi tidak sampai mengharamkannya, namun hanya sekedar makruh saja.
Ulama yang membolehkannya asalkan tidak menyerupai ruku’ ketika shalat :
1. Ulama mazhab Maliki
Imam An-Nafrawi Al-Maliki rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Fawakih Ad-Dawani :
وَأَفْتَى بَعْضُ الْعُلَمَاءِ بِجَوَازِ الِانْحِنَاءِ إذَا لَمْ يَصِلْ إلَى حَدِّ الرُّكُوعِ الشَّرْعِيِّ
Dan sebagian ulama berfatwa bolehnya membungkukkan badan apabila tidak sampai pada batas rukuk syar’i (seperti rukuk di dalam shalat). (Al-Fawakih Ad-Dawani, jilid 2 halaman 326).
2. Ulama mazhab Hambali
Imam As-Safarini Al-Hanbali rohimahullah berkata di dalam kitabnya Ghizaul Albab :
وَقَدَّمَ فِي الْآدَابِ الْكُبْرَى عَنْ أَبِي الْمَعَالِي أَنَّ التَّحِيَّةَ بِانْحِنَاءِ الظَّهْرِ جَائِزٌ، وَقِيلَ: هُوَ سُجُودُ الْمَلَائِكَةِ لِآدَمَ
Dan telah berlalu dalam Al-Adab Al-Kubra dari Abul Ma’aliy bahwasa penghormatan dengan membungkukkan punggung diperbolehkan. Dikatakan juga : itu sama seperti sujudnya Malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihis salam. (Ghizaul Albab, jilid 1 halaman 332).
Ibnu Muflih Al-Hanbali rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Adab As-Syar’iyyah :
وَقَالَ التَّحِيَّةُ بِانْحِنَاءِ الظَّهْرِ جَائِزٌ وَقِيلَ هُوَ سُجُودُ الْمَلَائِكَةِ لِآدَمَ، وَقِيلَ السُّجُودُ حَقِيقَةً. وَلَمَّا قَدِمَ ابْنُ عُمَرَ الشَّامَ حَيَّاهُ أَهْلُ الذِّمَّةِ كَذَلِكَ فَلَمْ يَنْهَهُمْ وَقَالَ هَذَا تَعْظِيمٌ لِلْمُسْلِمِينَ
Abu Al-Ma’ali rohimahullah berkata : penghormatan dengan membungkukkan punggung itu boleh. Dikatakan : itu sama seperti sujudnya Malaikat kepada Nabi Adam ‘alaihis salam. Dikatakan juga : sujud yang sebenarnya. Tatkala Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhu datang ke Syam, dia disambut oleh kafir dzimmi dengan membungkuk dan Ibnu Umar tidak mencegah mereka. Dia mengatakan : “Ini penghormatan untuk umat Islam.” (Al-Adab As-Syar’iyyah, jilid 2 halaman 260).
Adapun illat (sebab) ulama seperti Imam An-Nawawi memakruhkan membungkukkan badan untuk menghormati adalah karena membungkukkan badan itu menyerupai ruku’ ketika shalat.
Akan tetapi menurut ulama mazhab Maliki dan Hambali membungkukkan badan untuk menghormati orang yang mulia itu boleh. Selama tidak menyerupai ruku’ ketika shalat.
Oleh sebab itu jangan terlalu cepat menghukumi sesuatu dan jangan pula hanya mengutip satu pendapat ulama saja tanpa melihat pendapat ulama lainnya.
Kesimpulan :
1. Boleh membungkukkan badan untuk menghormati orang yang lebih tua atau orang yang mulia, asalkan tidak menyerupai ruku’ ketika shalat.
2. Membungkukkan badan itu bukan dengan niat mengagungkan seperti menyembah atau yang semacam itu.
3. Imam An-Nawawi bukan mengharamkan untuk membungkuk badan, akan tetapi hanya sekedar memakruhkannya dan tidak sampai mengatakan haram, hal ini sebagaimana disebutkan di dalam perkataan beliau di atas.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi