Shalat rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat fardu, baik dikerjakan sebelum ataupun setelah shalat fardu. Hukum mengerjakannya adalah sunnah.
Dari Ummu Habibah rodhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ صَلاَةِ الْفَجْرِ صَلاَةِ الْغَدَاةِ
Barangsiapa yang shalat 12 raka’at dalam sehari semalam, dibangunkan sebuah rumah baginya di dalam surga. Empat raka’at sebelum Zuhur, dua raka’at setelahnya, dua rakaat setelah Maghrib, dua raka’at setelah Isya, dan dua raka’at sebelum shalat Subuh. (HR. At-Tirmidzi, hadits no. 415).
Imam At-Tirmidzi rohimahullah mengomentari derajat hadits di atas di dalam kitabnya Sunan At-Tirmidzi :
وَحَدِيثُ عَنْبَسَةَ عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ فِي هَذَا البَابِ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Hadits ‘Anbasah dari Ummu Habibah dalam bab ini adalah Hadits Hasan Shahih. (Sunan At-Tirmidzi, jilid 1 halaman 538).
Bolehkah mengerjakan shalat rawatib di luar waktunya?
Boleh. Karena baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat sunnah rawatib sebelum Subuh di waktu lain.
Dari Abu Qatadah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
استيقظَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم والشمسُ في ظهره. ثم أذَّن بلالٌ بالصلاة، فصلَّى رسولُ الله صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ركعتين، ثم صلَّى الغداةَ، فصنَع كما كان يَصنَعُ كلَّ يومٍ
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bangun dalam keadaan matahari sudah di atas panggung beliau. Kemudian Bilal pun mengumandangkan adzan, dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pun shalat sunnah dua rakaat kemudian baru mengerjakan shalat subuh. Beliau mengerjakannya sebagaimana beliau mengerjakan sehari-hari. (HR. Muslim, hadits no. 681).
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يُصَلِّ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ فَلْيُصَلِّهِمَا بَعْدَ مَا تَطْلُعُ الشَّمْسُ
Siapa yang belum melakukan 2 raka’at shalat sunnah fajar, maka hendaklah dia mengerjakannya setelah matahari terbit. (HR. At-Tirmidzi, hadits no. 423).
Syekh Al-Mubaarokfury rohimahullah berkata di dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan At-Tirmidzi :
وَقَدْ رُوِيَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ: أَنَّهُ فَعَلَهُ، وَالعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ بَعْضِ أَهْلِ العِلْمِ وَبِهِ يَقُولُ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ، وَابْنُ المُبَارَكِ، وَالشَّافِعِيُّ، وَأَحْمَدُ، وَإِسْحَاقُ
Dan diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa dia mengamalkan hadits ini. Dan ini diamalkan menurut sebagian ulama, dan dikemukakan oleh Sufyan Ath-Thawri, Ibnu Al-Mubarak, Al-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq. (Tuhfatul Ahwadzi syarah Sunan At-Tirmidzi, jilid 2 halaman 407).
Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab :
ذَكَرْنَا أَنَّ الصَّحِيحَ عِنْدَنَا اسْتِحْبَابُ قَضَاءِ النَّوَافِلِ الرَّاتِبَةِ وَبِهِ قَالَ مُحَمَّدٌ وَالْمُزَنِيُّ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ عَنْهُ
Telah kami sebutkan bahwa pendapat yang shahih menurut kami adalah dianjurkannya mengqadha shalat sunnah rawatib. Dan ini pendapat yang dipilih oleh Muhammad, Al-Muzanni, dan salah satu pendapat Ahmad. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab, jilid 4 halaman 43).
Namun walau begitu, hendaknya seseorang dengan sengaja menunda shalat sunnah rawatibnya karena kebolehan di atas karena adanya udzur seperti lupa, tertidur atau karena udzur yang lainnya yang menyebabkan dia tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib tepat pada waktunya.
Lalu bagaimana hukumnya jika dia mengqadha shalat pada waktu yang dilarang untuk shalat?
Syekhhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah berkata di dalam kitabnya Majmu’ Al-Fatawa :
وَالرِّوَايَةُ الثَّانِيَةُ: جَوَازُ جَمِيعِ ذَوَاتِ الْأَسْبَابِ وَهِيَ اخْتِيَارُ أَبِي الْخَطَّابِ وَهَذَا مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ وَهُوَ الرَّاجِحُ فِي هَذَا الْبَابِ لِوُجُوهِ
Pendapat yang Kedua : Dibolehkan semua shalat yang dilakukan karena suatu sebab (untuk dikerjakan di waktu terlarang). Ini adalah pendapat Abul Khattab, pendapat madzhab Syafi’i, dan merupakan pendapat yang rajih dalam masalah ini karena beberapa alasan. (Majmu’ Al-Fatawa, jilid 23 halaman 191).
Untuk itu, jika seseorang ingin mengqadha shalat sunnah rawatib kapanpun, maka diperbolehkan menurut mazhab Syafi’i sekalipun di waktu-waktu yang dilarang untuk shalat. Karena mengqadha shalat termasuk ada sebab atau udzur yang mengharuskan dia melaksanakan shalat, sehingga jika ada sebab atau udzur hukumnya boleh melaksanakan shalat di waktu-waktu yang dilarang untuk shalat.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi