Menikah Karena Disihir, Apakah Pernikahannya Sah?

Walaupun zaman sudah canggih, banyak manusia-manusia yang masih memakai cara kotor untuk mendapatkan pasangan yang akan mendampinginya ketika berumah tangga, salah satu cara kotor yang dilakukan adalah dengan mengguna-guna orang yang dia cintai sementara orang yang dia cintai tidak punya rasa apa-apa kepadanya.

Cara seperti ini tentunya diharamkan di dalam Islam dan termasuk kesyirikan karena mempercayai bahwa guna-guna bisa mendatangkan rasa cinta, sedangkan yang mendatangkan rasa cinta adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan selain itu dia mendatangi dukun untuk mengguna-gunai orang yang dia cintai tersebut, maka dia mendapat dosa 2 kali lipat karena melakukan 2 dosa besar sekaligus.

2 dosa besar tersebut :

1. Dia menggunakan sihir atau guna-guna, dalam istilah Arab disebut At-Tiwalah dan At-Tiwalah termasuk kesyirikan.

Dari Abdullah Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, dan pelet adalah kesyirikan. (HR. Abu Daud, hadits no. 3883).

At-Tiwalah termasuk kesyirikan, jadi jika dia percaya bahwa guna-guna bisa mendatangkan rasa cinta, maka dia telah menduakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Mendatangi dukun.

Mendatangi dukun sudah tidak diragukan lagi kesyirikannya, karena dia datang, percaya dan meminta pertolongan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ

Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammd. (HR. Ahmad, hadits no. 9536).

Lalau bagaimana status pernikahan orang yang diguna-guna? Sahkah?

Perlu diketahui, bahwa orang yang diguna-guna tentunya tidak sadar apa yang dia lakukan, jadi dia termasuk hilang akal. Dan orang yang hilang akal tidak dicatat dosa baginya dan apapun yang dia lakukan tidak berpengaruh apa-apa.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَشِبَّ، وَعَنِ الْمَعْتُوهِ حَتَّى يَعْقِلَ

Pena (catatan amal) diangkat untuk tiga orang : orang yang tidur sampai dia bangun, anak kecil sampai dia baligh, dan orang yang hilang akal sampai dia sadar. (HR. At-Tirmidzi, hadits no. 1423).

Imam Al-Qurtubi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Istidzkar :

وَأَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ أَنَّ مَا جَنَاهُ الْمَجْنُونُ فِي حَالِ جُنُونِهِ هَدَرٌ

Para ulama sepakat bahwa apa yang dilakukan oleh orang gila (orang yang hilang akal) selama dia gila tidak berarti apa-apa. (Al-Istidzkar, jilid 8 halaman 50).

Begitu juga ketika dia menikah, dia menikah tanpa sadar bahwa dia telah menikah karena dia diguna-guna, maka apa yang dia lakukan tidak bermanfaat.

Memang, menurut beberapa ulama, apabila sudah terpenuhi syarat dan rukunnya, maka pernikahannya menjadi sah. Tapi coba cermati lagi hadits di atas, di mana orang yang menikah tersebut tidak sadar apa yang dia lakukan, maka tentunya apa yang dilakukan tidak berpengaruh apa-apa sebagaimana perkataan Imam Al-Qurtubi di atas dan pernikahan seperti ini termasuk pemaksaan karena dia tidak mengharapkan pernikahan itu terjadi, yang mengharapkan pernikahan tersebut adalah orang yang mengguna-gunainya. Dan menikah karena dipaksa bisa mengajukan fasakh setelah pernikahan tersebut.

Jawaban Lajnah Daimah tentang nikah karena terpaksa :

إذا لم ترض بهذا الزواج ، فترفع أمرها إلى المحكمة ، لتثبيت العقد أو فسخه

Jika dia tidak rela dengan pernikahannya, dia bisa mengajukan masalahnya ke pengadilan, untuk ditetapkan apakah akadnya dilanjutkan ataukah difasakh. (Fatwa Lajnah Daimah, 18/126).

Syekh bin Baz rohimahullah menjawab :

النكاح فاسد في أصح قولي العلماء ، لكن ليس لها أن تتزوج إلا بعد تطليقه لها ، أو فسخ نكاحها منه بواسطة الحاكم الشرعي ؛ خروجاً من خلاف من قال إن النكاح صحيح

Pernikahan itu tidak sah menurut dua pendapat ulama yang lebih benar, tetapi dia tidak memiliki hak untuk menikah sampai setelah dia diceraikan, atau pernikahannya dibatalkan darinya oleh penguasa yang sah. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pernikahan itu sah. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 20/411).

Artinya orang yang diguna-guna sama saja statusnya dipaksa untuk menikah, lebih-lebih dia tidak sadar kalo dia menikah dengan orang yang mengguna-gunainya. Hal ini adalah pemaksaan yang terstruktur dan menurut Syekh bin Baz di atas bahwa pernikahan orang yang dipaksa seperti ini tidak sah.

Lebih dari itu, orang yang diguna-guna termasuk orang yang hilang akal, sehingga perbuatan apapun yang dilakukan oleh orang yang hilang akal tidak akan berarti apa-apa sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits dan pendapat Imam Al-Qurtubi di atas.

Oleh sebab itu, ada ulama yang menganggapnya tidak sah dan ada pula yang menganggap pernikahannya sah jika sudah terpenuhi syarat dan rukun nikah. Hanya saja, orang yang dipaksa atau terkena guna-guna suatu saat bisa membatalkan pernikahan melalui Pengadilan yang ada di negaranya tersebut, di Indonesia seperti Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *