Era modern ini, informasi dan pengetahuan bisa diakses dengan mudah oleh siapa saja. Banyak di antara orang yang berilmu dan memiliki pemahaman mendalam tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk agama. Namun, ironisnya, sering kali ditemui fenomena di mana orang-orang yang berilmu justru kurang bijaksana dalam memberikan nasihat kepada sesama. Alih-alih memberikan bimbingan yang menyejukkan, nasihat yang disampaikan malah terasa pedas dan menyakitkan, sehingga kehilangan esensi dari semangat kasih sayang dan empati yang seharusnya menjadi landasan dalam berinteraksi.
Pada kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi di mana harus memberikan nasihat atau kritik kepada orang lain. Menarik untuk direnungkan bahwa kebijaksanaan dalam menyampaikan nasihat tidak hanya berlaku dalam lingkup agama, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan seperti di tempat kerja, dalam keluarga, dan di komunitas sosial. Misalnya, seorang atasan yang ingin memberikan umpan balik kepada karyawan perlu melakukannya dengan cara yang konstruktif dan mendukung, bukan dengan cara yang merendahkan atau menghancurkan semangat. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya adab dan etika dalam berkomunikasi serta memberikan bimbingan yang menyejukkan.
Pada konteks sosial yang semakin kompleks ini, cara menyampaikan nasihat menjadi sangat penting. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) menekankan pentingnya menyampaikan kebaikan dengan cara yang baik dan penuh hikmah. Allah SWT berfirman, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik” (QS. An-Nahl: 125). Ayat ini menggarisbawahi bahwa hikmah dan kelembutan adalah kunci dalam menyampaikan kebenaran dan nasihat.
Selain itu, Rasulullah SAW adalah teladan utama dalam hal menyampaikan nasihat dengan kelembutan. Beliau bersabda, “Permudahlah dan jangan mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari.” (HR. Bukhari, No. 69). Sabda ini menekankan pentingnya menyampaikan pesan dengan cara yang positif dan membangun, bukan dengan cara yang kasar atau membuat orang lain merasa terpojok.
Kenyataannya, tidak sedikit di antara manusia yang tergelincir dalam penggunaan kata-kata yang kasar, sarkastik, atau bahkan merendahkan ketika memberikan nasihat. Bukannya memberikan pencerahan, hal ini justru bisa menimbulkan luka hati, kebencian, atau bahkan penolakan dari mereka yang dinasihati. Rasulullah SAW juga mengingatkan untuk berhati-hati dalam berbicara, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari, No. 6475; HR. Muslim, No. 47).
Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tentang hilangnya nilai-nilai adab dan etika dalam berdakwah dan berkomunikasi. Adab dalam memberikan nasihat sangatlah penting. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, seorang ulama besar, menekankan bahwa orang yang berilmu harus menyampaikan nasihat dengan cara yang baik, karena tujuan utama nasihat adalah untuk memperbaiki, bukan merendahkan atau mempermalukan.
Manusia sering lupa bahwa efektivitas nasihat tidak hanya terletak pada isinya, tetapi juga pada cara penyampaiannya. Menyampaikan kebenaran itu penting, namun jika tidak bijaksana, kebenaran itu bisa kehilangan nilainya. Rasulullah SAW, sebagai teladan utama, selalu memberikan nasihat dengan kelembutan dan kasih sayang, sehingga pesan-pesannya diterima dengan hati terbuka oleh para sahabat dan masyarakat. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan diriku dan dirimu adalah seperti seorang lelaki yang menyalakan api unggun. Ketika itu mulai menyala, laron-laron dan serangga lainnya jatuh ke dalamnya. Sementara itu, orang tersebut terus mengusir mereka agar tidak masuk ke dalam api. Aku juga seperti itu. Aku mencegah kalian dari api (neraka) dengan menarik jubah kalian, namun kalian terus saja masuk ke dalamnya.” (HR. Bukhari, No. 3427; HR. Muslim, No. 2284). Hadis ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Rasulullah SAW dalam menyelamatkan umatnya dari kebinasaan, bahkan dalam menyampaikan nasihat yang berat sekalipun.
Penting bagi kita untuk memahami seni menasehati dalam Islam. Seni ini mengajarkan kita untuk menginspirasi dengan hikmah, menyampaikan dengan lembut, dan menyentuh hati tanpa melukai. Dengan demikian, nasihat yang kita berikan akan menjadi cahaya yang menerangi jalan bagi orang lain, bukan bara api yang membakar perasaan mereka. Allah SWT juga mengingatkan kita untuk berakhlak baik dalam menyampaikan pesan, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).’ Sesungguhnya setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka…” (QS. Al-Isra: 53).
Buletin ini hadir dengan harapan untuk menginspirasi kita semua dalam mengembangkan cara-cara yang lebih bijaksana dalam menasehati sesama. Melalui artikel-artikel yang kami sajikan, kita akan mengeksplorasi berbagai aspek dari seni menasehati dalam Islam, serta bagaimana kita bisa menerapkan prinsip-prinsip hikmah dalam kehidupan sehari-hari. Semoga setiap nasihat yang kita berikan dapat menjadi pengingat yang baik dan bermanfaat bagi orang lain, serta menjadi cerminan dari akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.