Memaknai Toleransi Dalam Perspektif Islam

Sebagai seorang Muslim kita diajarkan untuk saling menghormati dan menghargai dalam bentuk perbedaan, baik antara indvidu maupun kelompok. Adanya toleransi mampu menghindarkan berbagai konflik dan menjadikan perbedaan menjadi lebih indah.

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai latar belakang perbedaan yang beragam. Mulai dari ras, suku,  budaya, agama, bahasa, warna kulit, rumah adat dan masih banyak lagi lainnya.

Meskipun Indonesia merupakan negara bermayoritas Agama Islam terbanyak, walaupun demikian Indonesia tidak mewajibkan masyarakatnya untuk memeluk agama Islam. Indonesia sampai saat ini mampu menjadi salah satu negara yang mempunyai budaya saling mengormati antara satu dengan yang lainnya.

Sikap toleransi sangatlah penting untuk mempersatukan bangsa dalam berbagai perbedaan yang ada. Tanpa adanya toleransi kehidupan yang penuh perbedaan ini tidak akan pernah bisa maju dan bersatu. Namun beberapa kejadian kita menemukan fenomena masih terjadi dan sering bergejolak akibat kurangnya toleransi, khusunya dalam beragama maupun ras.

Toleransi atau as-samahah dalam bahasa arab adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama diantara kelompok masyarakat yang berbeda-beda. Toleransi merupakan konsep yang baik dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian dari ajaran agama-agama termasuk agama Islam.

Toleransi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki makna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Salah satu sikap toleransi dalam beragama adalah ketika Agama lain merayakan hari besar agama yang lain tidak mengganggu. Berbeda lagi dengan apabila agama nasrani melalukan natal yang beragam Islam megikuti kegiatan dan acaranya. Ini bukanlah toleransi melainkan mencampur adukkan agama. Sedangkan makna toleransi sendiri yaitu menghargai, membiarkan atau membolehkan. Bukan berarti kita ikut serta dalam merayakannya atau mengikuti serangkaian ibadah yang agama lain lakukan.

Dapat kita ketahui bahwa sikap toleransi merupakan bersumber dari Al-Qur’an untuk saling menghargai dari berbagai perbedaan. Allah subhanallah wata’ala berfirman:

وَمِنْهُم مَّن يُؤْمِنُ بِهِۦ وَمِنْهُم مَّن لَّا يُؤْمِنُ بِهِۦ ۚ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ بِٱلْمُفْسِدِينَ

Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Yunus: 40-41)

Sedangkan Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Dan jika mereka (tetap) mendustakanmu (Muhammad) maka katakanlah, “Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu tidak bertanggung jawab terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.

Buya Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar, menafsirkan ayat tersebut yakni umat Muslim secara muamalah, masih diperbolehkan berinteraksi dengan mereka.

Namun dalam masalah aqidah, tak boleh ada kerja sama. Dalam masalah ibadah, tak boleh ada kerja sama. Dan atas kejahatan dan kerusakan yang mereka perbuat, kaum Muslimin harus berlepas diri dari mereka. Meskipun mereka mendustakan Rasulullah ﷺ, Allah ﷻ tidak memerintahkan memusuhi mereka dengan kekerasan. Allahﷻhanya memerintahkan berlepas diri dari apa yang mereka kerjakan. Maka dengan kedamaian Islam seperti ini, banyak di antara orang-orang musyrikin Makkah yang kemudian satu per satu masuk Islam.

Oleh: Khodijah Khalil (Mahasiswi Magister Psikologi Sains)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *