Pertanyaan:
Apakah ada agama Islam sebelum diutusnya Nabi Muhammad?
Jawaban:
Makna Islam adalah menyerahkan diri dengan hati kepada Allah Ta’ala, yakni beribadah kepada Allah Ta’ala saja dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Dengan definisi seperti ini Allah mengutus semua nabi dan menurunkan semua kitab suci-Nya. Islam dalam arti ini adalah mentauhidkan Allah Ta’ala, dan beribadah hanya kepada-Nya.
Islam adalah agama para nabi, tidak ada agama selainnya yang diturunkan Allah. Agama-agama selain Islam bukanlah Agama dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.[1]
Semua Nabi memiliki prinsip dakwah yang sama yakni mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan menjauhi thaghut (segala sesembahan selain Allah). Nabi Nuh Alaihissalam pernah berkata kepada kaumnya,
فَاِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَاَلْتُكُمْ مِّنْ اَجْرٍۗ اِنْ اَجْرِيَ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ ۙوَاُمِرْتُ اَنْ اَكُوْنَ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Maka jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta imbalan sedikit pun darimu. Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah, dan aku diperintah agar aku termasuk golongan orang-orang Muslim (berserah diri).”[2]
Dalam Alquran Allah juga menjelaskan agama Nabi Ibrahim alaihissalam,
اِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُٓ اَسْلِمْۙ قَالَ اَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ () وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهِمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ
(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”[3]
Allah Ta’ala juga berfirman,
مَاكَانَ اِبْرٰهِيْمُ يَهُوْدِيًّا وَّلَا نَصْرَانِيًّا وَّلٰكِنْ كَانَ حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, Muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.[4]
Nabi Musa pernah berkata kepada kaumnya,
وَقَالَ مُوْسٰى يٰقَوْمِ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِاللّٰهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوْٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّسْلِمِيْنَ
Dan Musa berkata, “Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri).”[5]
Sahabat-sahabat Nabi Isa atau dikenal sebagai golongan Hawariyun pernah berkata,
فَلَمَّآ اَحَسَّ عِيْسٰى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ اَنْصَارِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ ۚ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ ۚ وَاشْهَدْ بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka (Bani Israil), dia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk (menegakkan agama) Allah?” Para Hawariyyun (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Muslim.[6]
Nabi Sulaiman alaihissalam berkata,
اَلَّا تَعْلُوْا عَلَيَّ وَأْتُوْنِيْ مُسْلِمِيْنَ
“Janganlah engkau berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”[7]
Jadi Islam adalah agama semua nabi. Dan para nabi menyeru kepada Islam dan mengakui Islam. Adapun “Islam” yang dibawa oleh Nabi Muhammad merupakan penutup bagi agama para nabi. Beliau diutus untuk menyempurnakan, meluruskan penyimpangan, penyelewengan, penodaan, serta penambahan-penambahan dalam menyembah Allah, sebagaimana sabda beliau,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” [8]
[1] QS. Al-Anbiya: 25
[2] QS. Yunus: 72
[3] QS. Al-Baqarah: 131-132
[4] QS. Ali Imran: 67
[5] QS. Yunus: 84
[6] QS. Ali Imran: 52
[7] QS. An-Naml: 31
[8] HR. Baihaqi no. 20.782