Mamaknai Kematian dalam Al-Qur’an

Berbicara mengenai kematian bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab disamping pengetahuan manusia terbatas memahami hal ghoib. Kematian adalah muara akhir dari kehidupan di dunia.

Tujuan hidup di dunia ini adalah hanya semata untuk beribadah kepada Allah subhanallah wata’ala, kehidupan dunia hanyalah sementara sedangkan kehidupan kekal akan kita dapatkan ketika di akhirat kelak.

Setiap manusia yang bernyawa akan mati. Hal ini dikemukakan sesuai dengan peringatan dalam al-Qur’an pada Surah Ali Imron ayat 185 sebagai berikut:

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْت

“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian” (QS. Ali Imron: 185)

Pada ayat tersebut menegaskan bahwa kematian dialami oleh setiap makhluk dan bisa terjadi kapan saja.  Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian tanpa pengecualian. seandainya suatu makhluk dianugerahi usia yang tak ada habis-habisnya tentulah ia Nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wasallam. Namun beliau pun, jauh sebelum wafatnya, telah diberikan peringatan oleh Allah subhanallah wata’ala yang disebutkan pada surah Az-Zumar ayat 30:

اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ

“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula)”. (QS. Az-Zumar: 30)

Dikutip dari buku Quraish Shibab dengan judul “Membumikan Al-Qur’an” didalamnya disebutkan ada seorang ulama’ bernama Al-Raghib Al-Isfahaniy menulis: “Kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Ia merupakan perpindahan dari tempat ke tempat lain, sehingga dengan demikian ia merupakan kelahiran baru bagi manusia. Manusia dalam kehidupannya di dunia ini, dan dalam kematiannya, mirip dengan keadaan telur dan anak ayam. Kesempurnaan wujud anak ayam adalah menetasnya telur tersebut dan keluarnya anak ayam adalah menetasnya selama di dalam telur. Demikan pula manusia, kesempurnaan hidupnya hanya dapat dicapai melalui perpindahannya dari tempat ia hidup di dunia ini, sehingga dengan demikian kematian adalah pintu menuju kesempurnaan, kebahagiaan surga yang abadi”

Apa yang dikemukakan oleh Raghib Al-Isfahaniy diungkap oleh Al-Qur’an yang lebih terperinci lagi, yakni adanya faktor-faktor external yang dapat menjadikan kematian lebih nikmat lagi, sebagaimana pula yang dapat menjadikanya pedih dan mengerikan. Al-Qur’an menerangkan:

اِنَّ الَّذِيۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوۡا وَلَا تَحۡزَنُوۡا وَاَبۡشِرُوۡا بِالۡجَـنَّةِ الَّتِىۡ كُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ. نَحْنُ اَوْلِيَاۤؤُكُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِ ۚ ولَكُمْ فِيْهَا مَا تَشْتَهِيْٓ اَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيْهَا مَا تَدَّعُوْنَ.

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, (Meyakini) “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”  Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.

Orang yang meyakini adanya Allah subhanallah watala dan senantiasa mendekatkan diri kepadaNya, ketika hamba tersebut menghadapi kematian akan merasakan kenikmatan akan adanya surga, hal ini berbeda dengan orang-orang yang selalu melanggar petunjuk agama, tidak mempercayai adanya keesaan Allah. Tentang mereka Allah menjelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

وَلَوْ تَرٰٓى اِذْ يَتَوَفَّى الَّذِيْنَ كَفَرُوا الْمَلٰۤىِٕكَةُ يَضْرِبُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَاَدْبَارَهُمْۚ وَذُوْقُوْا عَذَابَ الْحَرِيْقِ

Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka (dan berkata), “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.” (QS. Al-Anfal: 50)

Kesimpulan:

Hamba Allah Subhanallah wata’ala apabila datang kematian mereka akan tesenyum karena telah dinajikan surga, untuk kehidupan yang lebih baik lagi, sebaliknya, kematian bagi orang kafir merupakan sebuah siksaan. Karena mereka telah ingkar dan tidak patuh terhadap-Nya.

Semoga Bermanfaat…

Oleh : Khodijah Khalil

Keistimewaan Orang yang Mengerjakan Qiyamul Lail

Islam mewajibkan umatnya untuk menunaikan sholat lima waktu dalam sehari, selain itu ada beberapa sholat sunnah yang dianjurkan karena didalamnya terdapat banyak keistimewaan. Segala ibadah yang dilakukan seorang Muslim dapat mendekatkan diri kepada Allah subhanallah wata’ala dan berpasrah kepada-Nya.

Selain mampu menambah keimanan dan mendekatkan diri kepada Allah subhanallah wata’ala, menunaikan ibadah sholat juga banyak keistimewaan, termasuk pada saat melaksanakan sholat malam, atau sering disebut dengan istilah qiyamul lail. Anjuran mengerjakan sholat malam sesuai dengan dalil Al-Qur’an Surah Al-Isro’ ayat 79 sebagai berikut:

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا

Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (QS. Al-Isra’: 79)

Ayat ini memerintahkan Rasulullah dan kaum Muslimin agar bangun di malam hari untuk mengerjakan salat tahajud. Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali memerintahkan Rasulullah mengerjakan salat malam sebagai tambahan atas salat yang wajib.

Sholat malam mempunyai banyak keistimewaan, dengan sholat malam, seorang hamba akan lebih dekat dengan Allah sbhanallah wata’ala, bahkan seseorang yang mengerjakan sholat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dapat mengusir penyakit.

Rasulullah sholllahu alaihi wasallam menganjurkan untuk umatnya melaksanakan qiyamul lail, karena di dalamnya terdapat keistimewaan yang luar biasa. Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam seperti diriwayatkan Abu Umamah radhiyallahu anhu bahwa beliau bersabda:

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ وَمَنْهَاةٌ عَنْ الْإِثْمِ وَتَكْفِيرٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَطْرَدَةٌ لِلدَّاءِ عَنْ الْجَسَدِ.

“Hendaklah kalian mengerjakan qiyamul lail, karena qiyamul lail itu kebiasaan orang-orang  shalih sebelum kalian, sebab qiyamul lail mendekatkan diri kepada Allah, mencegah dari dosa, menghapus kesalahan-kesalahan, dan mengusir penyakit dari tubuh.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan Al-Hakim, hadits ini sesuai dengan syarat Al-Bukhori. Ini diakui Adz-Dzahabi dan Al-Baihaqi.

Pada hadits diatas, Rasulullah shollahu ‘alai wasallam menjelaskan bahwasannya qiyamul lail kebiasan orang-orang shalih. Karena qiyamul lail, mereka dikenal, istimewa dan menjadi orang-orang shalih.

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwasannya melaksanakan sholat malam mempunyai banyak keistimewaan, diantaranya yaitu dapat menghapuskan dosa, diangkat Allah subhanallah wata’ala ke derajat yang lebih tinggi, mendekatkan diri kepada Allah subhanallah wata’ala, dan dapat mengusir penyakit dari tubuh.

Semoga kita termasuk golongan orang shalih yang selalu istiqomah dalam mengerjakan sholat malam. Amiin

Semoga Bermanfaat….

Oleh : Khodijah Khalil

Sunnah Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jum’at

Seorang muslim disunnahkan untuk membaca surat Al-Kahfi di malam dan Hari Jum’at. Dimulai dari terbenamnya matahari pada kamis malam hingga terbenam matahari di hari Jum’at.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

Barangsiapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dia akan diterangi dengan cahaya antara dia dan Baitul Atiq (Ka’bah). (HR. Ad-Darimi, hadits no. 3450).

Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada siang hari Jum’at, maka dia akan diterangi dengan cahaya di antara dua Jum’at. (HR. Al-Baihaqi, As-Sunan As-Shogir, hadits no. 606).

Pendapat ulama tentang waktu membaca surat Al-Kahfi :

1. Imam Al-Manawi rohimahullah mengomentari hadits di atas di dalam kitabnya Faidhul Qodir :

فيندب قراءتها يوم الجمعة وكذا ليلتها كما نص عليه الشافعي رضي الله عنه

Disunnahkan membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, begitu juga pada malam harinya sebagaimana yang dijelaskan imam Syafi’i rodhiyallahu ‘anhu tentang itu. (Faidhul Qodir, jilid 6 halaman 198).

2. Imam Al-Manawi rohimahullah menuqil perkataan Ibnu Hajar rohimahullah di dalam kitabnya Faidhul Qodir :

قال الحافظ ابن حجر في أماليه: كذا وقع في روايات يوم الجمعة وفي روايات ليلة الجمعة ويجمع بأن المراد اليوم بليلته والليلة بيومها

Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan dalam “Amaaliihi“ : Berkaitan waktu membaca surat Al-Kahfi, terdapat riwayat yang menyebutkan “hari Jumat” dan riwayat lain menyebutkan “malam Jumat”. Dua riwayat ini dikompromikan sehingga maksudnya waktu membaca Al Kahfi adalah siang hari dan malam hari Jumat, atau malam hari dan siang hari Jumat. (Faidhul Qodir, jilid 6 halaman 199).

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Memaknai Kemerdekaan dalam Islam

Setiap tanggal  17 Agustus merupakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. ini berarti kita akan menikmati kemerdekaan Indonesia yang ke-77. Tentulah untuk mendapatkan kemerdekaan suatu bangsa tidaklah mudah, melainkan melalui perjuangan yang panjang dengan pengorbanan jiwa dan raga dari pejuang kita, tentunya yang diridhoi dan dirahmati oleh Allah subhanallah wata’ala.

Setelah mengetahui bahwasannya mendapatkan kemerdekaan bangsa teramatlah sulit dan mahal, sehingga banyak diantara pejuang yang gugur dalam membela kemerdekaan. Maka dari itu tugas kita menjadi penerus bangsa harus menjadi lebih baik lagi dalam menjaga kemerdekaan Indonesia dengan bingkai Negara Kemeredekaan Republik Indonesi (NKRI).

Dalam Islam mempunyai makna kemerdekaan tersendiri, kemerdekaan sejatinya adalah kebebasan dalam memilih dan bertindak. Hal ini dapat dipahami bahwasannya manusia merupakan kepercayaan untuk menjadi khalifah di bumi. Makna bebas, bukan berarti bebas-sebebasnya (liberal), makna kebebasan dalam memilih dan bertindak dibatasi sesuai dengan hukum dan syari’at Islam. Batasan tersebut dapat ditemukan dalam al-Qur’an dan hadits sebagai petunjuk untuk manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan menjadi bekal untuk kehidupan di akhirat.

Dalam kesemarakannya terdapat beberapa pertanyaan yang terbesit dalam benak kita, sebenarnya apakah makna kemerdekaan itu? Bagaimanakah memahami kemerdekaan dalam Islam?

Definisi kemerdekaan

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, secara bahasa merdeka mempunyai makna bebas. Sedangkan kemerdekaan artinya kebebasan. Menurut istilah merdeka mempunyai makna bebas dari segala penjajah dan penjajahan atau penghambaan. Kemerdekaan adalah suatu keadaan di mana seseorang atau negara bisa berdiri sendiri, bebas dan tidak terjajah.

Islam sangat menjungjung tinggi tentang kebebasan, bahkan ketika untuk menganut agama Islam tidak ada paksaan dalam memilih agama Islam, seseorang bebas memilih keyakinan dalam beragama. Allah menghendaki agar setiap manusia dapat merasakan kedamaian, sebab paksaan dalam  beragama akan menimbulkan rasa tidak tentram, pertengkaran dan ketidakrelaan. Pesan tanpa adanya paksaan dalam beragama disebutkan oleh Allah Subhallah wata’ala dalam firman-Nya Surah Al-Baqoroh: 256 yang berbunyi:

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ  وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  (Al-Baqoroh: 256)

Menurut Ibnu Katsir dari Ibnu Abbas menjelaskan bahwa sebab turunnya ayat di atas adalah perihal seorang laki-laki dari kaum Anshar keturunan Bani Salim bin ‘Auf, bernama Husain. Suatu hari dia bertanya kepada Rasulullah saw tentang haruskah dua orang anaknya yang beragama Nasrani pindah agama? Dikarenakan ia (Husain) sendiri beragama Islam. Kemudian turunlah ayat ini bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.

Sebenarnya Islam bukan hanya mengedepankan kebebasan beragama saja, tetapi kebebasan dalam segala hal, seperti kebebasan dalam berpendapat, kebebasan menentuukan pilihan, bebas dalam berekspresi, berperilaku, mengemukakan ide, dan kebebasan lainnya selama sesuai dengan syaria’at agama Islam dan tidak merusak kemanusian.

Oleh: Khodijah Khalil (Mahasiswi Magister Psikologi Sains)

Keutamaan Puasa Asyura

Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang dimuliakan di dalam Islam. Dan berpuasa di dalamnya merupakan puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan.

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَفْضَلُ الصِّيَامِ، بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ، بَعْدَ الْفَرِيضَةِ، صَلَاةُ اللَّيْلِ

Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (Muharram). Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam. (HR. Muslim,, hadits no. 1163).

Ganjaran Puasa pada 10 Muharram (‘Asyura)

Dari Abu Qatadah Al-Anshari rodhiyallahu ‘anhu berkata :

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ» قَالَ: وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ؟ فَقَالَ: «يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ»

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab : ”Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Dan beliau juga ditanya tentang keutamaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab : ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim, hadits no. 1162).

Dianjurkan Puasa Tasu’a (9 Muharram) untuk menyelisihi orang-orang Yahudi

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma berkata, ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, ada diantara para sahabat yang berkata :

يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ» قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ، حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Apabila tiba tahun depan, insyaAllah kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas berkata : Belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam keburu meninggal dunia. (HR. Muslim, hadits no. 1134).

Imam An-Nawawi rohimahullah berkata di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :

قال الشافعي وأصحابه وأحمد وإسحاق وآخرون يستحب صوم التاسع والعاشر جميعا لأن النبي صلى الله عليه وسلم صام العاشر ونوى صيام التاسع

Imam Syafi’i dan muridnya, Ahmad, Ishaq, dan yang lainnya berkata : Dianjurkan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram secara berturut-turut, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpusa pada tanggal 10 dan berniat untuk puasa pada tanggal 9. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 8 halaman 12).

Puasa tanggal 9 Muharram dilaksanakan untuk menyelisihi orang-orang Yahudi, karena orang-orang Yahudi juga memuliakan hari Asyura, karena di hari Asyura Nabi Musa ‘alaihis salam menang menang melawan Fir’aun.

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma berkata :

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِينَةَ وَاليَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ، فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى فِرْعَوْنَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: «أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصُومُوا»

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, orang-orang yahudi berpuasa ‘Asyura. Mereka berkata : Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat : “Kalian lebih berhak untuk bangga terhadap Musa dari pada mereka (orang-orang yahudi), maka dari itu berpuasalah. (HR. Bukhari, hadits no. 4680).

Maka ikuti dengan puasa pada tanggal 9 Muharram agar berbeda dengan orang-orang Yahudi.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Uang Hasil Menjual Tokek, Halal ataukah Haram?

Tokek adalah satu hewan yang diharamkan dan membunuhnya disunnahkan di dalam Islam.

Dari Ummu Syarik rodhiyallahu ‘anha berkata :

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ” أَمَرَ بِقَتْلِ الوَزَغِ، وَقَالَ: كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ

Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh tokek dan beliau bersabda : “Tokek itu dulu ikut meniupi api yang digunakan untuk membakar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. (HR. Bukhari, hadits no. 3359).

Selain itu, membunuh cicak/tokek juga mendapatkan pahala.

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ، وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ، وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ

Barangsiapa yang membunuh tokek di pukulan pertama, maka dia mendapatkan 100 pahala, jika di pukulan kedua, maka dia mendapatkan pahala lebih sedikit dan jika di pukulan ketiga, maka dia mendapatkan pahala lebih sedikit lagi. (HR. Muslim, hadits no. 2240).

Lalu apa hukum jual beli tokek dan uang dari hasil penjualannya halal atau haram?

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَيْءٍ، حَرَّمَ ثَمَنَهُ

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala apabila mengharamkan untuk memakan sesuatu, maka Allah juga mengharamkan jual belinya. (HR. Ahmad, hadits no. 2678).

Syekh Syu’aib Al-Arnauth rohimahullah mengomenatri hadits di atas di dalam Musnad Ahmad :

إسناده صحيح

Sanadnya Shahih. (Musnad Ahmad, jilid 4 halaman 416).

Sebuah qoidah ushul fiqh menyebutkan :

ما حرم فعله حرم طلبه

Sesuatu yang haram untuk dikerjakan maka haram pula mencarinya.

Artinya, jika perbuatan tersebut diharamkan di dalam Islam, maka haram pula melakukan perbuatan tersebut.

Contohnya seperti di atas, yaitu jual beli tokek.

Jika di dalam Islam tokek diharamkan, maka menjualnya juga haram dan uang yang didapat dari hasil menjual tokek juga haram. Bahkan memberikan uang hasil penjualan tokek kepada orang lain juga diharamkan di dalam Islam.

Sebuah qoidah ushul fiqh menyebutkan :

ما حرم اخذه حرم اعطاؤه

Sesuatu yang haram diambil, maka haram pula memberikannya.

Jadi, tidak boleh memberikan upah dari penjualan tokek kepada orang lain karena tokek diharamkan di dalam Islam. Setiap yang diharamkan di dalam Islam, maka uang dari hasil penjualannya juga diharamkan dan tidak boleh diberikan kepada orang lain.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Pahala Mendidik Anak Perempuan dalam Islam

Pada zaman jahiliyah, perempuan tidak dihargai dan hanya dijadikan mainan oleh para lelaki. Bahkan jika ada yang melahirkan anak perempuan, maka mereka menganggap tidak berguna dan tidak dianggap sama sekali.

Akan tetapi sejak datangnya Islam, maka Islam menghapuskan tradisi-tradisi yang melecehkan serta meremehkan kaum wanita. Islam sangat menghargai wanita dan menjunjung tinggi harga dirinya. Di dalam Islam, wanita ibarat mahkota, di mana harga diri wanita itu dijunjung tinggi, dihormati dan dihargai. Maka bersyukurlah bagi siapa saja yang mempunyai anak perempuan, karna orang yang mengayomi anak perempuan, akan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak di dalam surga.

Dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha bercerita :

جَاءَتْنِي امْرَأَةٌ، وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا، فَسَأَلَتْنِي فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ، فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا، فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا، وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا، ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا، فَدَخَلَ عَلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ، فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ

Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa dua anak perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Lalu akau berikan sebuah kurma tersebut untuknya. Wanita itu menerima kurma tersebut dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Kemudian wanita itu bangkit dan keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi shallallahu ‘alaii wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudian dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka. (HR. Muslim, hadits no. 2629).

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا، جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka dia akan datang pada hari kiamat bersamaku. (HR. Muslim, hadits no. 2631).

Imam An-Nawawi rohimahullah mengomentari hadits di atas di dalam kitabnya Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim :

وَمَعْنَى عَالَهُمَا قَامَ عَلَيْهِمَا بِالْمُؤْنَةِ وَالتَّرْبِيَةِ

Makna mengayomi 2 anak perempuan pada hadits ini adalah dengan memberinya nafkah dan memberinya bekal pendidikan. (Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, jilid 16 halaman 180).

Pelajaran yang bisa diambil dari hadits di atas :

1. Orang yang mengayomi anak perempuan akan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam surga nanti.

2. Anak perempuan bisa menjadi wasilah bagi orang tuanya masuk ke dalam surga.

3. Maksud mengayomi anak perempuan adalah memberinya nafkah dan mendidiknya agar mengetahui tentang Islam.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi

Bacaan Ayat Kursi Beserta Manfaat Mengamalkannya

Pada ayat Kursi terdapat banyak keistimewaan, ayat ini terdapat pada suroh Al-Baqoroh Juz 2 ayat nomor 255. Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam telah banyak menerangkan tentang keutamaan ayat kursi, seperti termaktub dalam beberapa hadits nabi.

Sementara itu Syeikh Ahmad Salim Sulaiman Abu Anza mengatakan ayat kursi merupakan ayat paling utama dalam al-Qur’an, seorang yang membacanya akan mendapatkan ketenangan hati, dijauhkan dari godaan syeitan, mendapatkan perlindungan dari Allah subhanallah wata’ala. Didalamnya sendiri mengandung unsur ketauhidan, menerangkan kekuasaan dan sifat-sifat Allah subhanallah wata’ala. Ayat ini tidaklah panjang sehingga mudah untuk dihafalkan.

Bacaan Ayat Kursi pada Surah Al-Baqoroh Ayat 255 sebagai berikut:

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْحَىُّ ٱلْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ مَن ذَا ٱلَّذِى يَشْفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذْنِهِۦ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَىْءٍ مِّنْ عِلْمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ ۖ وَلَا يَـُٔودُهُۥ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْعَظِيمُ

Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al Baqoroh: 255)

Keutamaan membaca Ayat Kursi

Ayat Kursi mempunyai banyak keistimewaan, disamping itu setiap Muslim yang membaca Ayat Kursi perlu memahami waktu kapan saja yang dianjurkan membacanya sehingga dapat memperoleh keutamannya. Berikut beberapa keutamaan membaca Ayat Kursi:

  1. Ayat kursi merupaan ayat paling utama dalam al-Qur’an

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم : لِكُلِّ شَيْءٍ سَنَامٌ، وَإِنَّ سَنَامَ الْقُرْآنِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ، وَفِيهَا آيَةٌ هِيَ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ، هِيَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ

Dari Abu Hurairoh radhiyallahu ‘ahnu Berkata: Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam bersabda: Segala sesuatu itu memiliki pundak/puncak, dan pundak/puncaknya al-Qur’an itu adalah surah al-Baqarah. Dalam surah itu terdapat satu ayat, ayat tersebut merupakan ayat paling utama dalam al-Qur’an, Itulah ayat al-Kursi. (HR. at-Tirmidzi No: 2803)

2. Perantara Untuk Masuk ke Surga

عن أبي أمامة رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكتوبَة، لمَ يمَنَعهُ مِنْ دُخُولِ الجَنة إِلَّا أن يمَوتَ. (رواه النسائي وابن حبان والطبراني)

Barang siapa yang membaca ayat kursi setiap selesai salat fardu, maka tidak ada yang menghalanginya untuk mesuk ke surga kecuali kematian.

Hadis hasan, diriwayatkan oleh al-Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubra (hadis no. 9928), al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman (hadis no. 2395), dan al-Thabarani (al-Mu’jam al-Kabir, jil. VIII, h. 114). Al-Suyuti menghukumi hadis ini dengan sahih (al-Jami’ al-Saghir, hadis no. 8926). Al-Dimyati juga mengatakan bahwa sanad riwayat al-Nasa’i dan al-Tabarani sahih (al-Muttajir al-Rabih, hal. 319, hadis no. 1328). Ibn al-Jawzi menghukumi hadis ini palsu (al-Mawdu’at, jil. I, hal. 177), namun dibantah keras oleh ulama kritikus hadis seperti al-Dzahabi, Ibn Qayyim, Ibn Hajar, al-Dimyati, al-Suyuti, al-Munawi dan lain-lain. (Fayd al-Qadir, jil. VI, hal. 243).

3. Setan Tidak Dapat Mendekati

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو من الطعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم. فَقَصَّ الْحَدِيثَ فَقَالَ:إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَنْ يَزَالَ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. وَقَالَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم :صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ، ذَاكَ شَيْطَانٌ.

Abu Hurairah ra berkata: Saya (Abu Hurairah) telah ditugaskan oleh Rasulullah saw untuk menjaga hasil zakat yang diambil pada bulan Ramadhan (makanan dll), tiba-tiba datang seseorang yang mengambil makanan. Saya pun merampasnya lagi dan berkata: Akan saya adukan kamu kepada Rasulullah saw. Kemudian sayapun menceritakannya, termasuk pesan orang tersebut yang berkata : Jika kamu ingin tidur bacalah ayat al-Kursi niscaya kamu akan selalu dalam lindungan Allah dan setan tidak bisa mendekatimu sampai pagi. Nabi saw berkomentar: Dia telah jujur kepadamu padahal dia adalah pendusta, dia itu adalah setan.

Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari secara mua’llaq (hadis no. 5010 dan pada kitab wakalah bab iza wakkala rajulan)

Baca Juga artikel terkait keutamaan meghafalkan al-Qur’an bagi kehidupan di dunia dan di akhirat: https://www.baytalfath.or.id/keutamaan-menghafal-al-quran-bagi-kehidupan-dunia-dan-akhirat/

Semoga Bermanfaat…

Oleh: Khodijah Khalil

Keutamaan menghafal Al-Qur’an Bagi Kehidupan Dunia dan Akhirat

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup setiap Muslim, membaca dan meghafalkannya guna untuk meningkatkan keimanan spiritual rohani kepada sang khalik agar mendapatkan ketentraman jiwa, sehingga akan menjadi obat dalam keadaan keluh kesah.

Menghafal al-Qur’an merupakan sunnah Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam, beliau merupakan hafidz pertama kali dan mampu memberikan contoh yang baik untuk para sahabat dan umatnya. Oleh karenanya Rasulullah shollahu ‘alaihi wasallam sangat mempraktekkan perilaku akhak sesuai dengan pedoman al-Qur’an. Sehinggga siapa yang menghafa al-Qur’an ia termasuk seorang hamba Allah yang telah menjalankan sunnah Nabi-Nya.

Berikut beberapa manfaat keutamaan menghafalakan al-Qur’an:

1. Diberikannya Mahkota Untuk Kedua Orang Tuanya

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من قرأ القرآن وتعلَّم وعمل به أُلبس والداه يوم القيامة تاجاً من نور ضوؤه مثل ضوء الشمس ، ويكسى والداه حلتين لا تقوم لهما الدنيا فيقولان : بم كسينا هذا ؟ فيقال : بأخذ ولدكما القرآن.

Siapa yang menghafal al-Quran, mengkajinya dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?” Lalu disampaikan kepadanya, “Disebabkan anakmu telah mengamalkan al-Quran.” (HR. Hakim 1/756 dan dihasankan al-Abani).

2. Orang yang Menghafal Al-Qur’an Akan dibersamai Oleh Malaikat

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَثَلُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهْوَ حَافِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ ، وَمَثَلُ الَّذِى يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهْوَ يَتَعَاهَدُهُ وَهْوَ عَلَيْهِ شَدِيدٌ ، فَلَهُ أَجْرَانِ.

Orang yang membaca dan menghafal al-Quran, dia bersama para malaikat yang mulia. Sementara orang yang membaca al-Quran, dia berusaha menghafalnya, dan itu menjadi beban baginya, maka dia mendapat dua pahala. (HR. Bukhari. No 4937)

3. Mendapatkan Mahkota Kemuliaan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَجِىءُ الْقُرْآنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ حَلِّهِ فَيُلْبَسُ تَاجَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ زِدْهُ فَيُلْبَسُ حُلَّةَ الْكَرَامَةِ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ ارْضَ عَنْهُ فَيَرْضَى عَنْهُ فَيُقَالُ لَهُ اقْرَأْ وَارْقَ وَتُزَادُ بِكُلِّ آيَةٍ حَسَنَةً.

Al-Quran akan datang pada hari kiamat, lalu dia berkata, “Ya Allah, berikan dia perhiasan.” Lalu Allah berikan seorang hafidz al-Quran mahkota kemuliaan. Al-Quran meminta lagi, “Ya Allah, tambahkan untuknya.” Lalu dia diberi pakaian perhiasan kemuliaan. Kemudian dia minta lagi, “Ya Allah, ridhai dia.” Allah-pun meridhainya. Lalu dikatakan kepada hafidz quran, “Bacalah dan naiklah, akan ditambahkan untukmu pahala dari setiap ayat yang kamu baca. (HR. Turmudzi 3164 dan beliau menilai Hasan shahih).

4. Menghafal Al-Qur’an Mampu Menjaga Kemurniannya

Adanya penghafal al-Qur’a, sesungguhnya Allah menjaga Al-Qur’an melalui para Hafidz agar tidak adanya perubahan isi dan kemurniannya. Hal ini selaras dengan firman Allah subhannallah wata’ala dalam al-Qur’an Surah al-Hijrr (15:9)

اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَه لَحٰفِظُوْنَ

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

Kesimpulan:

Seorang yang menghafal Al-Qur’an Allah subhanallah wata’ala memberikan hadiah keutaman ketika di surga diantaranya yaitu orangtua akan mendapatkan mahkota bagi siapa yang mempunyai anak yang dapat menghafal al-Qur’an. Kedua, orang yang menghafal al-Qur’an ia akan senantiasa dijaga oleh malaikat. Ketiga, seorang yang menghafal al-Qur’an akan mendapatkan mahkota kemuliaan ketika di akhirat kelak. Dan Allah subhanallah wata’ala telah menjaga al-Qur’an dari para Hafidz agar menjaga kemurniannya.

Semoga Bermanfaat….

Oleh : Khodijah Khalil

Penyebab Wanita Banyak Yang Masuk Neraka

Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diperlihatkan oleh Allah isi surga dan neraka, maka baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan pengalaman beliau ketika melihat surga dan neraka tersebut.

Dari ‘Imron bin Hushain rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

اطَّلَعْتُ فِي الجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا الفُقَرَاءَ، وَاطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ

Aku diperlihatkan di surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir. Lalu aku diperlihatkan neraka. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita. (HR. Bukhari, hadits no. 3241).

Dari Abdullah Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan pengalaman beliau ketika diperlihatkan isi neraka :

قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، رَأَيْنَاكَ تَنَاوَلْتَ شَيْئًا فِي مَقَامِكَ هَذَا، ثُمَّ رَأَيْنَاكَ تَكَعْكَعْتَ؟ فَقَالَ: «إِنِّي رَأَيْتُ الجَنَّةَ، أَوْ أُرِيتُ الجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ مِنْهَا عُنْقُودًا، وَلَوْ أَخَذْتُهُ لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَا بَقِيَتِ الدُّنْيَا، وَرَأَيْتُ النَّارَ، فَلَمْ أَرَ كَاليَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ، وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ» قَالُوا: لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «بِكُفْرِهِنَّ» قِيلَ: يَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: ” يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah, kami melihat engkau memikirkan sesuatu di tempat dudukmu dan kami melihatmu seperti sedang gundah gulana. Maka baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab : “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab : “Tidak, melainkan mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian bertahun-tahun lamanya, kemudian suatu saat dia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu.” (HR. Bukhari, hadits no. 5197).

Dari Abdullah bin ‘Amr rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا، وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ

Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak bersyukur atas kebaikan suaminya, padahal dia selalu butuh kepada suaminya. (HR. Al-Hakim, hadits no. 2271).

Imam Al-Hakim rohimahullah mengomentari hadits ini di dalam kitabnya Al-Mustadrak ‘alas Shahihaini :

هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ

Hadits ini sanadnya Shahih. (Al-Mustadrak ‘alas Shahihaini, jilid 2 halaman 207).

Yang menyebabkan wanita banyak masuk neraka adalah :

Kufur terhadap kebaikan suami dan tidak bersyukur terhadap kebaikan suami selama ini

Seorang istri tidak boleh meniadakan kebaikan suami. Bagaimanapun kesalahan suami, maka tidak sepantasnya meniadakan kebaikan suami. Jangan sampai kebaikan suami selama ini bisa terhapus hanya gara-gara satu kesalahannya. Ibarat petuah menyebutkan : Hujan sehari menghapus kemarau setahun.

Seorang suami yang kufur terhadap suaminya akan dimasukkan ke dalam neraka disebabkan dia termasuk istri yang durhaka. Padahal, seorang istri bisa masuk surga dan neraka tergantung baktinya kepada suaminya.

Dari Al-Hushain bin Mihshan, dia bercerita : bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Selesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya :

أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ:كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ، قَالَ: فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

Apakah engkau sudah bersuami? dia (bibi Al-Hushain) menjawab : “Sudah.” Rasulullah bertanya lagi : “Bagaimana sikap engkau terhadap suamimu?” dia menjawab : “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu. (HR. Ahmad, hadits no. 19003).

Untuk itu, hendaknya seorang istri harus bersyukur terhadap kebaikan suaminya. Ketika suami berbuat salah, maafkanlah kesalahannya. Jangan sampai bersikap seperti wanita penghuni neraka, ketika suaminya berbuat satu kesalahan, maka dia meniadakan semua kebaikan suaminya, sehingga dia menjadi penghuni neraka. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.

Semoga bermanfaat.

Penulis : Fastabikul Randa Ar-Riyawi