Sering kita menjumpai diri ini marah terhadap orang lain atau melihat seseorang sedang melampiaskan amarahnya kepada temannya, entah itu karena hal sepele atau memang hal serius. Dan kadang bagi mereka ketika selesai dengan luapan amarahnya yang tersisa adalah penyesalan. Sebab amarah yang dikeluarkan tidak memberikan kebaikan sedikitpun.
Di saat amarah menguasai diri seseorang maka akal sehatnya sering terpinggirkan dan segala tindakan ataupun keputusan yang dibuat jauh dari hasil memuaskan. Sebagai orang yang bijak nan dewasa hendaknya mampu mengendalikan amarah ini, sebab jika amarah yang mengendalikan seseorang maka kehancuran yang didapat.
Mengenai amarah ini, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan nasehat bagi kita semua supaya mengetahui asal-usul amarah ini dan cara mengendalikannya,
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad no. 17985 Abu Dawud no. 4784)
Anak kecil pun akan ketakutan ketika melihat orang dewasa marah, sebab terjadi perubahan pada tubuhnya di saat orang tersebut marah. Raut wajahnya berubah dan memerah dikarenakan darah yang berkumpul di kepala semakin banyak dan suara yang keras bagi anak kecil adalah suatu hal yang menakutkan. Tidak hanya itu, jantungnya berdetak lebih kencang, tubuhnya bergemetar, perbuatan dan ucapannya tidak terkontrol, nafasnya naik turun, matanya memerah juga akan menimpa siapa saja yang termakan oleh amarahnya.
Seiring terjadinya perubahan fisik yang semakin memburuk sejatinya hati juga mengalami perubahan yang lebih buruk dari pada fisik. Sebab fisik adalah cerminan batin. Perubahan fisik adalah buah dari perubahan hati. Dalam sebuah hadits disebutkan,
أَلاَ وَإِنَّ الغَضَبَ جَمْرَةٌ فِي قَلْبِ ابْنِ آدَمَ، أَمَا رَأَيْتُمْ إِلَى حُمْرَةِ عَيْنَيْهِ وَانْتِفَاخِ أَوْدَاجِهِ
“Ingat, marah itu bara api di hati manusia, apa kalian tidak melihat merahnya mata orang marah dan uratnya membengkak (menegang)” (HR. Tirmidzi no. 2191)
Sebagaimana diketahui bersama bahwa amarah merupakan sifat yang melekat pada manusia, tiap manusia pasti memiliki sifat ini, meskipun orang tersebut dikenal orang yang sabar dan pemaaf. Dan ada beberapa kondisi yang seorang mukmin untuk marah, yakni ketika syariat Islam dan harga diri Islam dilecehkan oleh orang kafir, seperti apa yang dilakukan oleh presiden Perancis baru-baru ini, sudah sepatutnya orang mukmin marah sebab Nabi shallallahu alaihi wa sallam dihina.
Menyikapi sifat marah yang manusiawi terdapat tiga tingkatan emosi pada seseorang: berlebihan, pengabaian, dan seimbang. Emosi yang berlebihan sama sekali tidak berguna, bahkan akan memberikan penyesalan, kerugian, dan keburukan lainnya bagi pelakuya, sebab seseorang yang marah dengan berlebihan akan menyingkirkan agama dan akalnya sehingga tidak dapat bersikap bijak dalam menghadapi permasalahannya. Dalam situasi seperti ini seseorang akan kehilangan segala bentuk pertimbangan dan upaya berpikir secara jernih dan dengan prioitas.
Sebaliknya, orang yang berisikap abai akan gejolak emosi juga tidak baik, karena ini adalah awal dari hilangnya semangat membela diri dan sifat cemburu. Orang yang kehilangan emosinya secara total akan kesulitan dalam melatih diri, sebab pelatihan dinilai sempurna tatkala ia mampu menaklukkan hawa nafsunya bukan menghilangkan hawa nafsunya.
Dan sikap diantara sikap yang terbaik dalam menyikapi emosi adalah mampu mengelola hawa nafsu dengan baik, tidak menghilangkannya dan tidak pula membiarkannya hidup dan bersarang dalam tubuh. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR Bukhari no 6114 dan Muslim no. 2609)
Allahu A’lam