Berbicara mengenai kematian bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab disamping pengetahuan manusia terbatas memahami hal ghoib. Kematian adalah muara akhir dari kehidupan di dunia.
Tujuan hidup di dunia ini adalah hanya semata untuk beribadah kepada Allah subhanallah wata’ala, kehidupan dunia hanyalah sementara sedangkan kehidupan kekal akan kita dapatkan ketika di akhirat kelak.
Setiap manusia yang bernyawa akan mati. Hal ini dikemukakan sesuai dengan peringatan dalam al-Qur’an pada Surah Ali Imron ayat 185 sebagai berikut:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْت
“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian” (QS. Ali Imron: 185)
Pada ayat tersebut menegaskan bahwa kematian dialami oleh setiap makhluk dan bisa terjadi kapan saja. Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian tanpa pengecualian. seandainya suatu makhluk dianugerahi usia yang tak ada habis-habisnya tentulah ia Nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wasallam. Namun beliau pun, jauh sebelum wafatnya, telah diberikan peringatan oleh Allah subhanallah wata’ala yang disebutkan pada surah Az-Zumar ayat 30:
اِنَّكَ مَيِّتٌ وَّاِنَّهُمْ مَّيِّتُوْنَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati dan mereka akan mati (pula)”. (QS. Az-Zumar: 30)
Dikutip dari buku Quraish Shibab dengan judul “Membumikan Al-Qur’an” didalamnya disebutkan ada seorang ulama’ bernama Al-Raghib Al-Isfahaniy menulis: “Kematian merupakan tangga menuju kebahagiaan abadi. Ia merupakan perpindahan dari tempat ke tempat lain, sehingga dengan demikian ia merupakan kelahiran baru bagi manusia. Manusia dalam kehidupannya di dunia ini, dan dalam kematiannya, mirip dengan keadaan telur dan anak ayam. Kesempurnaan wujud anak ayam adalah menetasnya telur tersebut dan keluarnya anak ayam adalah menetasnya selama di dalam telur. Demikan pula manusia, kesempurnaan hidupnya hanya dapat dicapai melalui perpindahannya dari tempat ia hidup di dunia ini, sehingga dengan demikian kematian adalah pintu menuju kesempurnaan, kebahagiaan surga yang abadi”
Apa yang dikemukakan oleh Raghib Al-Isfahaniy diungkap oleh Al-Qur’an yang lebih terperinci lagi, yakni adanya faktor-faktor external yang dapat menjadikan kematian lebih nikmat lagi, sebagaimana pula yang dapat menjadikanya pedih dan mengerikan. Al-Qur’an menerangkan:
اِنَّ الَّذِيۡنَ قَالُوۡا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسۡتَقَامُوۡا تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوۡا وَلَا تَحۡزَنُوۡا وَاَبۡشِرُوۡا بِالۡجَـنَّةِ الَّتِىۡ كُنۡتُمۡ تُوۡعَدُوۡنَ. نَحْنُ اَوْلِيَاۤؤُكُمْ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِ ۚ ولَكُمْ فِيْهَا مَا تَشْتَهِيْٓ اَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيْهَا مَا تَدَّعُوْنَ.
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, (Meyakini) “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya (surga) kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.
Orang yang meyakini adanya Allah subhanallah watala dan senantiasa mendekatkan diri kepadaNya, ketika hamba tersebut menghadapi kematian akan merasakan kenikmatan akan adanya surga, hal ini berbeda dengan orang-orang yang selalu melanggar petunjuk agama, tidak mempercayai adanya keesaan Allah. Tentang mereka Allah menjelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
وَلَوْ تَرٰٓى اِذْ يَتَوَفَّى الَّذِيْنَ كَفَرُوا الْمَلٰۤىِٕكَةُ يَضْرِبُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَاَدْبَارَهُمْۚ وَذُوْقُوْا عَذَابَ الْحَرِيْقِ
Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka (dan berkata), “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar.” (QS. Al-Anfal: 50)
Kesimpulan:
Hamba Allah Subhanallah wata’ala apabila datang kematian mereka akan tesenyum karena telah dinajikan surga, untuk kehidupan yang lebih baik lagi, sebaliknya, kematian bagi orang kafir merupakan sebuah siksaan. Karena mereka telah ingkar dan tidak patuh terhadap-Nya.
Semoga Bermanfaat…
Oleh : Khodijah Khalil